Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Di Ujung Trotoar

1 September 2024   23:20 Diperbarui: 1 September 2024   23:23 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di jalanan, 

ada cerita yang tak terucap, 

terlantar di antara asap knalpot 

dan gemuruh mesin, 

seperti nada rendah 

di lagu yang terlupakan, 

berdenting pelan 

di sela hiruk pikuk kota.

Di bawah jembatan, 

anak-anak tumbuh 

seperti rumput liar, 

mengambil apa yang tersisa 

dari dinginnya beton 

dan kerasnya aspal, 

mencari hangat 

di antara suara klakson 

dan gelap yang datang terlalu cepat.


Tangan-tangan kecil 

menggenggam mimpi 

yang retak, 

seperti kaca di pinggir jalan 

yang diinjak, 

hancur tapi tetap memantulkan 

cahaya matahari sore 

yang terlalu kejam 

untuk diabaikan.

Kerasnya kehidupan 

berbunyi di setiap langkah, 

suara sepatu lusuh 

di atas trotoar retak, 

di mana harapan 

menjadi debu 

yang beterbangan 

di bawah terik 

dan hujan yang tak pernah 

mau kompromi.

Ada senyum yang hilang 

di balik topeng debu, 

mata yang menyimpan 

jutaan keluhan 

yang tak terdengar, 

seperti daun gugur 

yang tersapu angin, 

tak ada yang peduli 

ke mana ia terbang.

Di ujung gang gelap, 

seorang pemuda menatap 

langit yang tak pernah berubah, 

bertanya pada bulan 

tentang arti mimpi 

yang terjepit di antara 

malam tanpa bintang 

dan pagi yang tak memberi janji.

Kehidupan di jalanan 

adalah buku tanpa judul, 

halaman yang ditulis 

dengan tangan gemetar 

dan pena yang hampir habis tinta, 

mencoba merangkai kalimat 

dari setiap nafas berat 

dan tatapan kosong 

yang menembus dinding-dinding 

gedung pencakar langit.

Di sini, 

tak ada kata cukup 

yang berarti, 

hanya ada langkah maju 

yang dipaksa 

untuk terus melangkah, 

seperti roda-roda tua 

yang tak pernah berhenti berputar 

meski tahu 

tak ada jalan pulang 

di ujung cerita ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun