Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ibu dalam Selembar Kertas

1 September 2024   22:18 Diperbarui: 1 September 2024   22:20 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu, kau adalah cerita 

yang tak pernah kubaca, 

namun hidup di tiap halaman 

waktu yang berlalu, 

seperti tinta yang terserap 

dalam kertas basah

mengabadi di antara ruang kosong 

yang diam.

Di dapur kecilmu, 

kau meramu langit 

dari sejumput garam 

dan api yang sabar, 

mengubah bahan-bahan sederhana 

menjadi pelukan hangat 

yang membalut tubuh kami 

di tengah malam yang dingin.

Kau adalah hujan 

yang jatuh di tanah gersang, 

menghidupi bunga liar 

yang tumbuh di antara retak-retak 

yang pernah kau sebut sebagai jalan, 

menjadikannya taman 

di mata seorang anak kecil 

yang selalu mengingat senyummu.

Dalam tiap langkahmu, 

ada irama kehidupan 

yang tak pernah kuikuti, 

seperti musik yang hanya bisa 

dimainkan oleh angin 

di celah-celah pintu kayu 

yang selalu setengah terbuka.

Ibu, 

di balik rambutmu yang memutih, 

ada peta jalan yang tak pernah kita tahu, 

menunjukkan arah pulang 

yang selalu kau sembunyikan 

di balik senyum dan doa 

yang tak pernah kau ucapkan keras-keras.

Kau adalah bintang 

yang mengintip dari balik awan, 

mengikuti malam 

dengan cahayamu yang tenang, 

mengisi langit gelap 

dengan harapan yang tak pernah pudar, 

menjadi kompas 

di samudra kelabu kehidupan.

Dan ketika aku jauh, 

kau tetap dekat, 

seperti napas yang tak pernah hilang 

di udara pagi, 

membisikkan cinta 

di telinga-telinga yang lelah, 

menyampaikan pesan 

yang hanya bisa dimengerti 

oleh hati yang mengenal arti pulang.

Ibu, 

kau adalah lembaran kosong 

di akhir sebuah buku, 

menunggu cerita baru 

untuk ditulis, 

menjadi akhir yang indah 

untuk setiap permulaan, 

menjadi titik yang tak pernah 

benar-benar berakhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun