Istilah "out of the box" sering kali digunakan untuk menggambarkan cara berpikir yang kreatif dan inovatif, yang berbeda dari pola pikir konvensional. Namun, ada pertanyaan menarik yang perlu kita renungkan: apakah benar-benar mungkin berpikir "out of the box" ketika "box"-nya sudah ada? Apakah "box" ini sesuatu yang nyata dan kaku, atau justru sebuah metafora yang bisa kita ubah bentuknya?
Ketika kita berbicara tentang "box," kita sebenarnya merujuk pada batasan-batasan yang kita ciptakan sendiri atau yang diciptakan oleh lingkungan kita. Box ini bisa berupa norma sosial, tradisi, kebiasaan, pendidikan, atau bahkan harapan orang lain. "Box" juga bisa menjadi kumpulan asumsi yang tidak kita sadari tetapi mengarahkan cara kita melihat dunia dan memecahkan masalah. Pertanyaannya adalah, sejauh mana kita menyadari keberadaan "box" ini, dan sejauh mana kita mampu melihat melampaui batas-batas ini?
Mengenali Box yang Sudah Ada
Langkah pertama untuk berpikir "out of the box" adalah mengenali terlebih dahulu "box" yang ada. Banyak dari kita hidup dalam kebiasaan dan pola pikir yang sudah ditanamkan sejak kecil oleh keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pola-pola ini membantu kita merasa nyaman dan aman karena memberikan kerangka berpikir yang jelas dan teratur. Namun, pada saat yang sama, pola-pola ini bisa menjadi penghalang untuk berpikir kreatif dan inovatif.
Misalnya, dalam pendidikan formal, kita sering diajarkan untuk mencari jawaban yang "benar" dan mengikuti aturan-aturan tertentu. Pola pikir ini menciptakan "box" di mana jawaban atau solusi hanya dianggap valid jika sesuai dengan standar yang sudah ada. Hal ini bisa membatasi kemampuan kita untuk menemukan solusi yang baru atau cara pandang yang berbeda. Dalam konteks ini, "box" bukanlah sesuatu yang bisa kita hindari, tetapi sesuatu yang perlu kita kenali dan pertanyakan.
Apakah Keluar dari Box Itu Benar-Benar Mungkin?
Beberapa orang berargumen bahwa berpikir "out of the box" sepenuhnya tidak mungkin karena, pada kenyataannya, setiap upaya untuk berpikir secara berbeda masih dipengaruhi oleh pemahaman kita tentang "box" itu sendiri. Bahkan, ketika kita mencoba untuk berpikir di luar batas-batas konvensional, kita tetap terikat pada pengetahuan dan pengalaman yang ada di dalam "box" tersebut. Dalam hal ini, "box" menjadi acuan dari mana kita mencoba untuk keluar.
Namun, di sinilah letak tantangannya. Berpikir "out of the box" tidak selalu berarti melupakan atau mengabaikan segala sesuatu yang ada di dalam "box." Sebaliknya, ini adalah tentang memperluas "box" itu sendiri. Ini tentang menantang asumsi-asumsi dasar yang kita pegang dan bertanya apakah ada cara lain untuk melihat atau memecahkan masalah. Dengan kata lain, kita tidak benar-benar keluar dari "box," tetapi kita mengubah bentuk dan batas-batasnya.
Box sebagai Platform Inovasi
Menariknya, "box" tidak selalu harus dianggap sebagai pembatas yang negatif. Dalam banyak kasus, "box" bisa berfungsi sebagai platform untuk inovasi. Ketika kita memiliki pemahaman yang jelas tentang aturan dan batasan, kita bisa lebih kreatif dalam mencari cara untuk bekerja di sekitar atau bahkan melampaui batasan tersebut. Misalnya, dalam seni dan desain, batasan tertentu sering kali memicu kreativitas karena mereka memaksa seniman untuk berpikir dalam kerangka kerja yang terbatas, tetapi dengan cara yang inovatif.
Seorang arsitek, misalnya, mungkin dihadapkan pada keterbatasan ruang atau material tertentu, namun justru dari keterbatasan ini muncul desain-desain inovatif yang menantang konvensi dan memperkenalkan cara baru untuk memanfaatkan ruang. Jadi, "box" bisa berfungsi sebagai tantangan yang menstimulasi pemikiran kreatif daripada hanya sebagai penghalang.
Mengubah Cara Kita Melihat Box
Untuk benar-benar mengembangkan cara berpikir "out of the box," kita harus mengubah cara kita melihat dan berinteraksi dengan "box." Alih-alih melihatnya sebagai batasan yang menghambat, kita bisa melihat "box" sebagai struktur dinamis yang bisa kita ubah, perluas, atau bahkan hancurkan jika perlu. Ini memerlukan kesediaan untuk mengeksplorasi ide-ide baru, bereksperimen dengan pendekatan yang berbeda, dan tidak takut gagal.
Fleksibilitas dan adaptabilitas menjadi kunci untuk berpikir "out of the box." Saat kita menyadari bahwa "box" bukanlah sesuatu yang tetap, kita lebih bebas untuk berinovasi. Ini melibatkan keberanian untuk menentang status quo, untuk mempertanyakan apa yang sudah diterima sebagai "normal," dan untuk mencari cara baru dalam melihat dan melakukan sesuatu.
Jadi, apakah "box" itu benar-benar ada? Jawabannya adalah ya dan tidak. "Box" ada sejauh kita memerlukannya untuk memberikan struktur pada pemikiran kita, tetapi kita juga memiliki kekuatan untuk mengubah atau memperluas "box" tersebut. Berpikir "out of the box" tidak berarti sepenuhnya meninggalkan semua yang ada di dalam "box," tetapi mengundang kita untuk melihat kembali batas-batas yang ada dan mencari cara baru untuk melampauinya. Dengan pendekatan ini, kita bisa lebih kreatif, inovatif, dan terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan baru.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI