IYA! Pada masanya warga Warung legok dan sekitarnya menggunakan delman menuju Pasar Anyar. Kereta beroda dua dan ditarik satu kuda itu merupakan alternatif angkutan umum, selain becak yang ongkosnya jauh lebih mahal dengan tujuan sama.
Kota Bogor tahun delapan puluhan belum "dihijaukan" oleh angkot (kendaraan umum Kota Bogor berwarna serupa daun). Kendaraan bermotor pengangkut penumpang itu beroperasi dari terminal ke terminal. Misalnya, bemo, yang melayani penumpang dari penghentian terakhir bus luar kota di Baranangsiang hingga terminal Merdeka.
Selain bemo, ada juga kendaraan bermotor roda empat dengan bagian belakang tanpa tutup sebagai akses penumpang. Rutenya ke mana, saya tidak berhasil membongkar ingatan tentangnya. Pastinya, jalur maupun jumlah unit angkutan bermotor tidak sebanyak sekarang.
Jarak sekitar dua kilometer atau lebih sedikit dilayani oleh becak dan delman. Selebihnya, warga menaiki sepeda atau berjalan kaki. Mobil dan motor hanya dimiliki oleh mereka yang mampu, atau merupakan kendaraan inventaris kantor.
Ojek online? Lepaskan pemikiran itu. Hengpon belum ada. Koneksi seluler masih di luar negeri (diperkenalkan di Jepang 1979). Sambungan internet belum masuk.
Warga dari Warung Legok, ujung terjauh Jalan Cimanggu dari arah Jalan Merdeka, naik delman bila hendak ke Pasar Anyar. Konon, pasar tradisional ini merupakan tempat jual beli kuno.Â
Dahulu Jalan Cimanggu (sekarang Jalan Tentara Pelajar) adalah pecahan Jalan Tjikeumeuh (sekarang Jalan Merdeka).Â
Belanda membangun kompleks riset pertanian di Tjikeumeuh. Selain kantor-kantor, lingkungan itu meliputi wilayah luas kebun percobaan untuk tanaman industri, palawija, tanaman rempah dan obat, kehewanan, dan sebagainya.
Penelitian padi sempat ada, tetapi tidak ada sawah di Tjikeumeuh dan Cimanggu. Lahan percobaan tanaman pokok ini terdapat di Muara, Kota Bogor, dan daerah-daerah lainnya.
Sayang, para peneliti yang merupakan pegawai terbanyak dan tulang punggung telah tercabut dari kompleks penelitian. Sejak tahun 2021 mereka "bedol desa" ke BRIN.