Umumnya tukang cukur tradisional yang menyewa kios atau ruko sederhana adalah Asgar, asli Garut.
Mereka mematok harga terjangkau. Paling tinggi Rp20 ribu untuk pria dewasa. Kalau ruangan ber-AC, bisa Rp25.000 sekali cukur rambut, tidak termasuk cukur jenggot.
Bila tukang cukur langganan libur alias tutup karena pulang kampung, saya tidak ragu menggunakan tukang cukur tradisional berbeda.Â
Bahkan, sekali waktu cukur rambut tradisional DPR alias di bawah pohon rindang di pinggir jalan. Harganya? Katanya, terserah. Wa ini yang bikin repot.Â
Kasih sepuluh ribu, rasanya kemurahan. Diberi dua puluh ribu, sama dengan di tukang cukur langganan.Â
Maka saya membayar harga tengah-tengah, Rp15.000! Saya senang. Tukang cukur senang. Habis perkara.
Ketiga, alasan ini pendek saja. Tukang cukur akan memijat dahi, kepala, leher, dan bahu usai memotong rambut pelanggan. Mak krek! Mata terasa terang benderang.
Apakah di barbershop tersedia layanan serupa? Saya tidak tahu, berhubung belum pernah memasuki tukang cukur modern itu.
Sampai saat ini saya belum berminat menggunakan layanan barbershop, sekalipun ia menawarkan banyak kelebihan dibanding tukang cukur tradisional.
Kepada tukang cukur tradisional/langganan, saya meminta agar memotong rambut dengan clipper (alat cukur elektrik) tanpa ukuran, alias potong habis menyisakan rambut kurang dari setengah senti.
Sebentar saja. Srat sret. Kerik. Pembersihan. Pijat. Bayar. Selesai.