Harapan mendapatkan hadiah seperti pernah terjadi di zaman dulu. Tahun 1978 Undian Harapan menjadi jalan pintas bagi sebagian orang. Mereka berharap hadiah sebagai jalan keluar dari tekanan ekonomi. Kalau nyangkut!
Undian Harapan merupakan transformasi dari lotre, seingat saya kerap disebut-sebut sebagai Nalo atau Nasional Lotere, yang sempat legal pada zaman setelah kemerdekaan hingga tahun 1960-an.Â
Dalam perkembangan berikutnya, Undian Harapan berganti kulit menjadi Sumbangan Sosial Berhadiah (SSB), kupon Pekan Olahraga dan Ketangkasan (Porkas) yang mengadopsi pertaruhan Forecast di Inggris, Kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah (KSOB), dan Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah atau SDSB.
Penyelenggara atau bandar adalah pihak yang menang banyak. Bayangkan, pada tahun 1988 SSB berhasil menarik uang masyarakat hampir satu triliun, sementara pembeli undian bermimpi indah..
Keterangan lengkap sejarah terkait pertaruhan uang tersebut dapat dibaca di sini dan sini.Â
Semakin merebaknya pengguna perburuan koin berhadiah, bisa jadi akan menaikkan penghasilan penyedia aplikasi. Keuntungan dari iklan dan sebagainya tersebut mestinya melebihi nilai hadiah koin yang ditebar.Â
Tentu saja perhitungan lebih pas dilakukan oleh pengembang dan pakar tekhnologi informasi.
Seorang peneliti psikologi sosial Universitas Indonesia, Wawan Kurniawan, mengatakan, perburuan koin berhadiah merefleksikan kombinasi antara kebutuhan akan hiburan dan finansial (sumber).
Artinya, ada faktor ekonomi dalam perburuan ini. Orang cenderung mencari jalan pintas mendapatkan uang dengan cara mudah juga cepat.Â
Modalnya sedikit, yaitu telepon genggam dan kuota internet, dengan hasil berlipat-lipat.
Ditambah rasa penasaran atas dinamika permainan. Cerita teman atau di media sosial tentang penemuan koin menyulut perburuan makin berkobar, meluluhlantakkan akal sehat penggunanya.