Merebak kabar: semua mulut warga Negara Pulau itu telah dilakban tanpa terkecuali, dari rakyat jelata, aparat, pejabat, hingga presiden.
***
Kokom bangkit dari lelapnya. Duduk sejenak di ranjang demi mengumpulkan nyawa masih berkelana, lalu melihat anaknya yang pulas.
Namun, ia terperanjat demi menemukan pada mulut anak semata wayangnya menempel lakban. Dengan perlahan dan berhati-hati, agar tidak membangunkan, ia menarik perekat lebar tersebut.
Tidak berhasil, meski telah melakukannya berulang kali. Lakban melekat terlalu kuat.
Perempuan itu segera menggoyang punggung suaminya, yang kemudian memutar tubuh dan membuka mata malas. Ternyata pada mulut suami menempel lakban.
Sang suami sekuat tenaga menarik lakban. Bukannya lepas, malah kulit ikut terkelupas. Dikhawatirkan, bila dipaksakan boleh jadi kulit sekitar mulut berikut dua potong bibir ambrol, lepas dari rahang dan menempel pada perekat.
Kokom berusaha menggerakkan mulut hendak mengeluarkan suara. Tak bisa. Mulutnya juga dilakban.
Pasangan itu memeriksa pintu-pintu, jendela-jendela, langit-langit, dan apapun yang bisa terbuka, kalau-kalau ada orang menerobos. Tidak ada tanda-tanda.
Mereka keluar. Matahari sudah bangun menyoroti para tetangga yang berkumpul bingung. Lagi-lagi, pada mulut mereka melekat lakban.