Berbeda dengan perlakuan di Food and Beverages Business, yang memungut selisih berupa penambahan biaya overhead, keuntungan, dan sebagainya pada produk yang telah diolah.
Sehingga, pada usaha penjualan makanan dan minuman dikenal adanya perhitungan cost price, yaitu rasio antara pembelian bahan baku dengan penjualan Dinyatakan dalam persentase dan disebut dengan food cost.
Food cost bisa berbeda di antara satu usaha dengan bisnis kuliner lainnya. Tergantung beban yang ditanggung oleh F&B Business tersebut, meliputi biaya: tenaga kerja, utilitas (gas, listrik, air), sewa tempat, promosi, keuntungan, dan sebagainya.
Semakin kompleks skala usaha kuliner, makin lebar pula rentang margin diterapkan. Bisa jadi, restoran akan menentukan food cost antara 28% hingga 35%. Sebaliknya, warung lebih sederhana mengambil kebijakan 50-60 persen food cost.
Intinya, selisih antara penjualan dan pembelian bahan digunakan untuk menutup harga bahan, biaya-biaya, dan menghasilkan keuntungan.
Harga patokan MBG tidak setara dengan penetapan harga nasi, lauk, sayur, dan buah pada bisnis kuliner komersial.
Harga MBG dihitung berdasarkan actual cost, yang hanya menambahkan komponen perolehan bahan baku (raw material) dan (bisa jadi) biaya utilitas. Beban gaji pegawai, biaya distribusi, dan keuntungan tidak ada di dalam harga tersebut.
Maka, harga patokan Makan Bergizi Gratis Rp10.000 per porsi berterima di dalam pemahaman saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H