HUTAN LEBAT. Pemburu soliter perlahan merendahkan tubuh. Merunduk. Mengendap tanpa menggesek belukar dan ilalang. Mata tajamnya menatap buruan di jarak dua puluh meter.
Tujuh belas ..., lima belas ..., dua belas meter lebih dekat. Kurang dari tujuh meter ia menarik napas. Mengambil ancang-ancang. Mengentakkan kaki.
"Krosaaak ..., bruuuk ...!!!
Secara tidak disangka-sangka dan tanpa memperhitungkannya, karena memang berada di luar jangkauan pengetahuannya, mendadak ia terperosok ke lubang berdinding tanah setinggi dua meter.
***
Pada kala itu, di pekatnya malam tanpa sinar rembulan pun bintang, pemburu soliter sedang menjelajah hutan yang tumbuhannya makin berkurang. Hewan buruan pun berangsur menghilang.
Meskipun demikian, mau tidak mau ia harus berburu, di derah hutan lebat dataran rendah --di mana terdapat rawa-rawa dangkal dengan endapan tanah basah, lunak, berlumut, dan penuh dedaunan membusuk. Atau, menjelajahahi hutan hujan di pegunungan.
Badannya tersamar ketika menyelinap di semak dan alang-alang. Seluruh tubuhnya tertutup loreng dengan garis-garis hitam tegak saat mengendap.
Ia mengejar hewan buruan secara selektif. Untuk makan belaka, bagi diri dan anak-anaknya. Tidak asal tangkap. Tidak serakah dengan berburu lebih banyak demi tujuan keuntungan belaka.
Sendiri dalam melakukan perburuan. Pemburu yang soliter. Pemburu yang tidak berkelompok.