Tunggu punya tunggu, Bu RT juga merasa suaminya terlalu lama memancing. Anak-anak sudah tidur, jam berdetak teratur menuju tengah malam, Bu RT gelisah, suami belum pulang. Tidak seperti biasanya. Dihubungi, telepon genggam mati.
Besoknya, dengan membawa lingkaran hitam di bawah mata, Bu RT yang cemas menemui Ketua RW, "Suami saya belum pulang dari kemaren."
"Bilangnya mau ke mana?"
"Mancing di tempat biasa."
"Barangkali mancing ikan berkonde ...hahaha. Uuups," telapak tangan Pak RW membekap mulut sendiri melihat mata Bu RT membelalak, "maaf, Bu."
Pak RW menghubungi Babinsa, Babinkamtibmas, Kepala Keamanan melalui alat komunikasi gelombang radio. Tak lama beberapa pria berkumpul. Setelah pengarahan, mereka berangkat ke danau. Bu RT yang lemas diantar pulang oleh Bu RW.
Tidak ada sesiapa di lokasi, memang bukan masanya memancing. Faktor cuaca dan bulan belum penuh membuat sebagian besar pemancing enggan mengail ikan. Melangkah mendekati danau, mereka melihat sampan terbalik di tengah genangan air yang luas.
Menyadari kenyataan itu, atas seizin Pak RW, Babinkamtibmas menghubungi teman sejawatnya di markas besar. Koleganya menghubungi Badan SAR. Belum terlalu siang, aparat kepolisian dan tentara serta petugas Pertolongan dan Pencarian berdatangan.
Orang-orang berseragam oranye membawa perahu karet ke tengah. Dua orang menggunakan pakaian dan peralatan khusus masuk ke air. Menghilang di bawah permukaan.Â
Sementara itu, polisi dan tentara menelusuri tepi danau dan memeriksa semak-semak demi menemukan hal-hal mencurigakan.
Tujuh siang tujuh malam operasi pencarian tidak membuahkan hasil. Maka, petugas berkepentingan dan aparat kepolisian menyatakan bahwa Pak RT hilang.