Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wabah Mata Nyalang

15 Desember 2024   06:05 Diperbarui: 15 Desember 2024   07:01 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wabah mata nyalang (Gambar oleh Pexels dari Pixabay)

Tapi sekali ini Pak RT enggan melaksanakannya. Entahlah, apa yang membuatnya selalu bermenung di rumah, enggan pergi ke danau di pinggir kota sebagai tempat favoritnya memancing.

Namun, desakan demi desakan penuh api setelah sekian hari membuatnya mempersiapkan segala sesuatu. Demikian agar semuanya berjalan mulus tanpa ada hambatan berarti pada saat memancing.

"Mah, aku berangkat. Ke tempat biasa. Mungkin butuh seharian penuh untuk konsentrasi. Selama itu, tak perlulah meneleponku."

Setengah jam Pak RT berangkat, sang istri keluar rumah, lupa pada kepala masih bertengger beberapa rol rambut warna-warni, menuju satu rumah. Menuju ke beberapa rumah.

Emak-emak berjalan sambil mengangkat ujung daster, supaya gegas melangkah tanpa takut keserimpet lalu menggelinding bagai bola salju.

Bapak-bapak hanya berani melihat dengan ekor mata. Berpura-pura tidak tahu. Berpura-pura menyetel sepeda motor. Berpura-pura melakukan sesuatu yang tidak diketahui maksudnya.

Pintu digedor berkali-kali oleh tangan-tangan marah, "Keluar kau, wanita jalang!"

Takada reaksi. Tidak juga terdengan putaran anak kunci.

Bu RT perlahan menarik napas dari lubang hidung. Tidak masuk ke rongga dada, tetapi melaui diafragma masuk ke dasar perut, dan ditahan di sana selama sepuluh hitungan. Dengan tidak tergesa-gesa secara bertahap napas perut didesiskan melalui mulut. Tiga kali tarik-lepas.

"Ciaaaat ...! Sontak lembaran kayu tumbang. Bu RT terjerembab untuk menemukan bahwa kamar itu tiada penghuni. Ibu-ibu lain menyerbu kamar mandi, kosong!

Mereka menunggu dan menunggu hingga matahari hampir rebah di pelukan lengkung langit barat, tetapi yang ditunggu tidak menampakkan mancungnya. Secara bergantian, mereka menunggu wanita muda pulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun