Menurut seorang waiter (duh, saya lupa namanya), keju krim adalah bikinan sendiri. Keju lembut tersebut membalut sempurna pasta pipih dan menguatkan seluruh rasa.
Dulu saya kerap membuat olahan fettucine dengan cheese cream beli jadi, minus jamur dan daging asap. Putri saya sangat menyukainya.
Minumnya, fresh brew. Larutan kopi yang didinginkan dalam waktu tertentu dan dicampur dengan bahan lain. Terasa sedikit rasa asam. Sesuai namanya, minuman sejenis kopi dingin ini menyegarkan raga sekaligus jiwa.
Tiba waktunya Asar. Musala di dekat halaman belakang menjadi tempat melaksanakan ibadah dan menceritakan rasa syukur, sekaligus memohon ampunan, kepada Allah.Â
Saran, agar satu ketika pengelola bisa menambahkan satu kursi bagi mereka yang melaksanakan salat dengan duduk.
Waktu sore menjelang. Hujan mulai datang. Makin deras. Mbak Muthiah memesan cappuccino demi mengusir gigil yang menghampiri.
Saya ikut memesan. Bukan kopi, melainkan Hibiscus Lemodane, teh kembang sepatu bercampur limun rasa jeruk.
Kapucino panas dan teh segar menghangatkan perbincangan. Sesekali mata menembus jendela kaca, hujan masih menyirami bumi.
Jarum jam dinding terus berkeliling. Langit tak sempat memamerkan jingganya, tahu-tahu waktu Maghrib hampir tiba. Tidak terasa kami menghabiskan waktu hampir lima jam di tempat membetahkan itu.
Tempat artistik nan nyaman untuk berlama-lama, makanan enak, minuman menyegarkan, pelayanan hangat, dan suasana menyenangkan diiringi musik lembut (jenis chilout atau RnB, saya belum tahu) dengan tingkat kenyaringan rendah. Restaurare!