Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Kangen Jawa Timur, Ya Makan Rujak Cingur!

16 September 2024   10:15 Diperbarui: 16 September 2024   16:02 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepiring rujak cingur (sumber: dokumen pribadi)

Waktu masih menjadi warga Kota Malang, terdapat beberapa jajanan favorit saya dalam radius sekitar satu kilometer dari tempat tinggal keluarga.

Di samping SMP Negeri 5 Kota Malang, tepatnya di tepi Jalan Bengawan Solo (sekarang, Jl. Tumenggung Suryo), kalau malam ada warung tenda penjual mi rebus.

Uap membubung dari dandang menggoda selera. Mi lembut meluncur mulus saat diseruput. Kuahnya, amboi sedap nian. Sampai hari ini saya belum menemukan mi dengan aroma dan rasa serupa.

Tidak jauh darinya, tampak penjual tahu campur di bawah tenda sederhana. Meja kursi mengelilingi pikulan berisi periuk kuah dan bahan-bahan tahu campur. Jajanan ini bukan seperti kupat tahu, melainkan sejenis makanan berkuah.

Isinya terdiri petis udang, daun selada segar, taoge, potongan lontong, mi kuning, irisan perkedel singkong, dan tentu saja tahu goreng, Ke atasnya disiramkan kaldu panas dan tetelan daging sapi. Ditambahkan kerupuk dan sambal.

Hidangan sedap nan hangat ini habis dalam sekejap pada dinginnya udara malam Kota Malang. Tidak jarang saya bisa menghabiskan dua piring tahu campur.

Bakso Malang? Jangan tanya. Sulit mencari tandingan kelezatan bakso Malang asli. Satu tempat langganan keluarga terletak hampir 2,5 km dari rumah, yaitu di Stasiun Malang Kota. Waktu itu bakso presiden agaknya belum tenar seperti sekarang.

Pentol bakso di gerai yang berada di stasiun bagian luar itu terasa daging banget. Kuah beningnya sangat kaldu. Saus tomatnya bukan botolan. Sepertinya, buatan sendiri dengan bahan buah tomat asli.

Bakso yang benar-benar bakso. Enak tiada lawan. Bakso Malang yang dijual di sini tidak dapat menandinginya. Jauh! 

Menurut hemat saya, bakso dengan rasa setara adalah yang dijual di food court Bandara Soekarno-Hatta.

Sebetulnya waktu itu masih ada lagi jajanan enak, mangkal maupun dijajakan berkeliling, seperti soto, tahu tek, lontong kupang, rawon, angsle, tahu dicocol/isi petis, dan sebagainya.

Namun, satu olahan yang sulit dilupakan adalah rujak cingur. Terbuat dari sayur matang (kangkung, kecambah), mentimun, bengkuang, nanas, mangga muda, tempe, tahu, cingur sapi, dan lontong dengan bumbu terbuat dari kacang goreng, pisang batu muda, petis, dan bumbu lainnya.

O ya, sedikit perbedaan. Rujak cingur Malang memakai petis udang, terasa manis gurih. Sedangkan rujak cingur Bangkalan menggunakan petis ikan, lidah akan mencecap asin gurih.

Berhubung lokasinya dekat, penjual di daerah Sanan menjadi langganan. Seorang ibu rumah tangga membuka lapak dan mengulek bumbu rujak cingur. Seingat saya, pelanggannya banyak. Belum waktunya makan siang, barang dagangan sudah habis.

Rujak cingur Malang atau rujak cingur Jawa Timur meninggalkan kesan kuat tentang rasa enak. Dalam banyak kesempatan jajan, maka ingatan pertama adalah rujak cingur. Kalau tidak ada, ya memilih tahu campur, rawon, soto, dan masakan Jawa Timur lainnya.

Kepindahan ke daerah lain 44 tahun lalu sedikit banyak mengubah pilihan terhadap makanan. Menyesuaikan dengan selera makanan setempat, berhubung tidak mudah menemukan masakan Jawa Timur di Kota Bogor. Di Jakarta, ada banyak.

Makin membanyak angka usia, makin bertambah pula pengetahuan mengenai keberadaan gerai penyedia masakan Jawa Timur di Kota Hujan. Pecel Madiun, rawon, soto Lamongan, lontong kikil (belum coba), sego bebek.

Selain tempat-tempat itu, setidaknya ada empat warung penjualan masakan Jawa Timur. Jaraknya, kurang dari satu hingga enam kilometer lebih dari rumah. Ada yang menawarkan beragam pilihan. Ada pula yang hanya menjual rawon dan rujak cingur.

Pada saat kangen dengan masakan Jawa Timur, saya meluncur ke tempat itu. Rujak cingur tanpa lontong menjadi pilihan pertama. Sesekali makan yang lainnya, semisal tahu campur, pecel, atau rawon.

Sabtu lalu, usai olahraga jalan kaki pagi, saya naik angkot 02 dari Jalan Merdeka menuju Sukasari. Sedikit melewati pemberhentian terakhir, saya berhenti di sebuah kedai kecil Jalan Lawang Gintung.

Warung sederhana di depan sebuah pabrik besar produksi farmasi itu menjual rujak cingur, tahu campur, tahu tek, rawon Malang. Hari itu saya memang kangen masakan Jawa Timur.

Etalase warung (sumber: dokumen pribadi)
Etalase warung (sumber: dokumen pribadi)

Tanpa menunggu sinyal dari pikiran, mulut mengucap kepada Bu Mudiati pemilik warung, "Rujak cingur sedang pedasnya, gak pake lontong."

Padahal benak sedang mengolah kemungkinan untuk memesan hidangan selain rujak cingur. Yo uwislah!

Meracik rujak cingur (sumber: dokumen pribadi)
Meracik rujak cingur (sumber: dokumen pribadi)

Sementara rujak cingur diolah wanita yang sepuluh tahun telah membuka warung, saya mengirim pesan kepada seorang teman. Perantau dari Surabaya itu kemudian meminta petunjuk lokasi (share location). Ia akan segera datang.

Teman tersebut punya pemikiran sama dengan saya. Jika kangen dengan masakan Jawa Timur, makan saja rujak cingur.

Ya! Menyantap rujak cingur dapat meredakan kangen, sementara belum bisa bepergian ke Jawa Timur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun