Selain membeli di rumah makan Pecel Mediun, bila ingin menyantap pecel di sini cukup membeli bumbunya yang sudah dikemas di warung-warung. Tidak perlu mengulek. Tinggal mengencerkannya dengan air matang dan mencampurnya dengan isian sesuai selera.
Satu lagi, doclang. Ia adalah sejenis kupat tahu, karena memang isinya potongan ketupat/lontong dan tahu (dapat ditambah telur rebus), dan kerupuk. Bumbu kacangnya, yang lebih pas disebut saus kacang, dimasak terlebih dahulu dengan rempah-rempah tertentu.
Nah, dengan bumbu kacang seperti di atas ternyata terdapat beberapa jenis hidangan: lotek, gado-gado, pecel, lontong bumbu, karedok, doclang. Ternyata beragam ya.
Berdasarkan apa yang saya makan, masih ada masakan lain dengan basis kacang tanah sebagai bumbu. Siomay bandung, batagor, cilok bumbu kacang, rujak buah, rujak cingur, sate ayam, kupat tahu, asinan, teri kacang, cungkring (sate kulit sapi), serundeng daging dengan kacang goreng utuh.
O ya, ada yang terlewat. Penjual menu sarapan di Kota Bogor menyediakan sambal kacang, yang disantap bersama nasi uduk atau gorengan, bisa juga dengan bihun/mi goreng. Sambal kacang terbuat dari kacang goreng dihaluskan bareng cabai rawit, garam, cuka, dan air matang.
Itu deretan hidangan dengan bumbu kacang tanah. Lemak nian, lantaran kacang sendiri menghasilkan rasa gurih alami dan manis samar. Tak heran, kacang digunakan pada beberapa jenis olahan.
Selain makanan di atas, ada satu olahan enak. Dibuat berdasarkan ingatan, tentang rasa dan wujud satu jenis masakan Jawa Timur yang pernah saya makan.
Ceritanya begini. Setahun setelah krismon 1997 saya membuka warung tenda di Lapangan Parkir Timur Senayan (sekarang GBK), Jakarta. Meski bukan pesohor, saya bikin "kafe" tenda yang saat itu marak bukan sekadar ikut-ikutan, tetapi karena memang untuk cari makan berhubung kantor tempat saya bekerja tiarap.
Satu saat, mumpung baru ada dua pengunjung yang sedang minum kopi dan makan pisang cokelat, saya ingin membuat masakan di luar daftar tersedia untuk diri sendiri.
Dengan bahan yang telah dibeli, saya pun mengolahnya. Aroma menguar agaknya membuat perut dua tamu memberontak, lalu bertanya kepada saya, bikin apa? Boleh memesannya?
Maka, hari itu saya mengolah makanan yang tidak tercantum di dalam menu. Selanjutnya, mereka menjadi langganan yang sering memesan hidangan tersebut. Mereka suka, sangat suka. Demikian pula pelanggan lain yang akhirnya mengetahui.