Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Langit Cerah Ceria, Senja Merah Jambu

7 September 2024   06:07 Diperbarui: 7 September 2024   06:10 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Langit Cerah Senja Merah, Gambar oleh Jill Wellington dari Pixabay

Sebelum memutar kunci ke posisi "mati", Salim mengembangkan dada demi menarik campuran beragam gas tanpa warna dan tidak berbau mengalir melalui dua lubang di atas bibir. Memampatkan pada perut bagian dasar dan menahannya selama tujuh hitungan.

Tujuh! "Tujuh" dimaknai sebagai tujuan hendak dicapai. Tujuh dalam bahasa Jawa adalah pitu, yang menyiratkan pitulungan. Ia mencari "pitulungan", berusaha memperoleh pertolongan.

Kepada siapa? Tentunya kepada-NYA yang berada di urutan teratas, yakni Sang Pemberi Jalan Keluar. Berikutnya, kepada pribadi yang pasrah sehingga tiba kepada diri sejati tanpa rasa ingin.

Tidak mudah. Butuh latihan berkesinambungan, ajek, dan dalam keadaan jiwa jernih, yang tidak melulu didapatkan di pucuk gunung sepi atau dalam gua gelap dan senyap. Penjelajahan menuju hening juga dapat ditempuh pada lingkungan ramai, di rumah, bahkan di emper mobil ketika hendak menyimpan kendaraan roda empatnya.

Di situlah Salim membuat dirinya menjadi jernih. Setidaknya, mewujudkan seseorang yang pulang dalam keadaan tidak gelisah. Aman dan tenteram dalam jiwa dibangun dengan olah napas dalam yang diajarkan oleh guru spiritualnya.

Ia harus melakukannya demi mengenyahkan serupa kupu-kupu beterbangan di dalam rongga tubuh di bawah dada. Serangga bersayap berputar mengelilingi dan mendarat di perut. Kaki-kaki kecil mereka mencengkeram. Mulut-mulut mungil mereka mengerikiti kulit luar lambung.

Sensasi aneh, tapi menyenangkan. Membuat pria berjanggut tipis menjadi gugup. Bibir mengatup, menahan degup-degup yang berdenyut dan yang tadi membuatnya remaja.

Sejenak mata melihat pantulan wajah oval pada spion. Kegugupan menggerakkan tangan. Jemari menyisir ke belakang rambut atas yang memanjang, tidak menyentuh bagian sisi dengan rambut pendek sehingga menampakkan warna cerah kulit kepala. Sebagian jambul yang dibiarkannya jatuh menguatkan kesan wajah keras dengan garis rahang tegas yang menawan.

Muncul perasaan yang sulit diterangkan. Pikiran melayang-layang, bisa jadi karena Salim lama sekali tidak merasakannya. Segala rasa campur aduk bagai diaduk mengacaukan jiwa. Ada rasa senang, itu sudah pasti, penyebab kegembiraan besar dan rasa nyaman. Sesaat? Mungkin saja.

Di balik letup-letup hasrat tak terdefinisi dan menjadi bahan bakar tambahan untuk hidup lebih semangat, euforia tersebut menyimpan kekhawatiran yang sangat. Gundah yang selalu ia pikirkan agar tidak diketahui Hesty.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun