Tanpa sempat mengerem Rudolfo menghindari benturan keras dengan pantat truk. Motor sedikit oleng arah kiri. Hampir berhasil, tetapi ujung setang... hanya satu senti... menyentuh ujung bak truk.
Motor menggelosor menumbur roda belakang truk. Hancur. Rudolfo terpental. Terbang melewati pagar beton pembatas jalan layang. Melayang-layang perlahan di udara bagai adegan gerak lambat.
Para malaikat yang sedang ngopi sambil nongkrong pada gundukan awan sejenak menengok ke bawah.
Satu malaikat membuka catatan dan memeriksa, "o iya, memang sudah waktunya."
Ia menyeruput habis kopi seduh tidak diaduk. Mengembangkan sayap di kiri kanan, lalu meluncur ke bawah. Makhluk serba putih keperakan mendekati Rudolfo.
Pria yang sedang mengayun-ayunkan kedua lengan agar tidak segera jatuh menghantam aspal mengucap, "aduh, jangan sekarang. Tolong, janganlah! Aku belum siap."
Malaikat bergeming. Namun ia memberikan sedikit kesempatan, "Tenang. Masih ada waktu untuk memperbaiki diri.... Beberapa sekon."
Pia itu sempat berlega hati, tetapi sejenak berikutnya ia tampak sibuk. Sangat sibuk. Sibuk yang belum pernah ia alami bahkan pada saat paling sibuk dalam hidupnya.
Rudolfo sibuk yang sesibuk-sibuknya tidak berbanding.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H