Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kota yang Kehilangan Warga Penting

21 Juli 2024   07:05 Diperbarui: 21 Juli 2024   07:08 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Kota yang Kehilangan Warga Penting oleh Thip dari Pixabay

Suami cekcok dengan istri. Kakak berselisih sama adik. Anak berselisih dengan bapak. Kakek nenek terlantar kelaparan sampai mati tiada kerabat yang mengindahkan. Tetangga bersengketa dengan tetangga.

Kemudian pergesekan, perseteruan, perkelahian meluas menjadi tawuran antar warga. Pemicunya tidak jelas. Sebagaimana tawuran antar pelajar yang tidak pernah terang pangkal perkaranya, seringkali karena perkara yang sama sekali remeh temeh tidak penting.

Tidak hanya tawuran antar pelajar dan antar warga. Kekacauan diramaikan dengan unjuk rasa buruh dan mahasiswa. Mereka bakar-bakaran dan goyang-goyang gerbang tak bersalah.

Orasi-orasi sarat amarah dilontarkan dengan nada sumbang melalui pelantang. Makna sebenarnya dari pidato tidak dimengerti oleh peserta unjuk rasa. Itu tidak penting, lebih penting bikin rusuh dan kekacauan.

Demonstran lebih suka mengimbanginya dengan pekik knalpot brong sebagai suara melolong pembuat telinga pekak, daripada memahami substansi.

Knalpot-knalpot rombeng didorong oleh api mesin oprekan abal-abal, saling berpacu melawan setan membelah jalanan mulus -- meski dicuri bagian-bagiannya di sana-sini -- membahayakan pengguna jalan lainnya.

Perihal pencurian jalan meliputi pengurangan kualitas dan ketebalan pengaspalan. Hitung kerugiannya: tebal 1 sentimeter dikalikan lebar dan panjang jalan. Itu baru satu komponen.

Ihwal pencurian pajak (uang disetorkan warga ke kas pemerintah kota) kian menggila. Pelaku tanpa malu-malu dan tanpa rasa dosa mencuri sebagian uang anggaran melalui proyek.

Pengusaha bersama penguasa melakukan persekongkolan jahat. Berkongkalikong. Sama-sama butuh. Pengusaha butuh pekerjaan demi memutarkan usaha, penguasa butuh duit untuk ongkos politik pilkada.

Perampokan uang kas kota tidak bisa dan tidak mungkin bisa diberantas. Dicegah dengan cara apa pun tidak mempan. Mati satu tumbuh seribu. Dibui satu pencoleng uang rakyat, muncul lagi pencopet baru.

Berulang. Tiada daya menghilangkannya dari wajah kota. Kini Warga Penting yang disegani menghilang. Hanya ia seorang yang mampu mengatasi kekacauan penghuni kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun