Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah

17 Juli 2024   07:11 Diperbarui: 17 Juli 2024   07:11 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa baru mengikuti MPLS.(ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI, diunduh melalui kompas.com)

Bola-bola bening meletakkan rindu di bawah tumpukan perih. Memandang kumpulan anak berseragam baru mengikuti kegiatan.

Betapa ingin hati berada di sana menyaksikan MPLS. Apa daya tiada upaya berhasil mengantarkan maunya.

Tono bukan peserta MPLS. Bukan. Ia harusnya menempati kelas limanya yang baru.

Ia melihat kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah, menyaksikan siswa baru mengikuti kegiatan awal, dari tempat tak terlihat orang lain.

MPLS mengenalkan agenda direncanakan para guru, fasilitas sekolah, tata cara belajar, gambaran mental pengenalan diri, serta pemberitahuan (tepatnya: instruksi) tentang budaya yang berlaku dan dipatuhi.

Banyak keterangan bagus yang hampir semuanya tidak mampu disimpan di dalam benak Tono. Pokoknya keren.

MPLS bila ditulis oleh pendidik, pasti bagus sekali. 

Demikian bagus dan keren sehingga pokok pikirannya tidak bakal mudah dipahami pembaca bukan guru.

Gagasan besarnya adalah mewujudkan lingkungan belajar yang menyenangkan bagi siswa baru. Pun bagi murid lama.

Siswa dengan sumber daya cukup akan merasa nyaman.

Tidak bagi yang kekurangan. Ongkos sekolah dan uang daftar ulang menguber-uber mereka.

Sebagian terpaksa mendaratkan cita-cita terlanjur digantung di langit. Tidak cukup benang untuk menerbangkannya.

Bola-bola bening meletakkan rindu di bawah tumpukan perih. Memandang kumpulan anak berseragam baru mengikuti MPLS di sebuah sekolah swasta. Dari balik tempat sampah.

Sebelum bulir-bulir air menyentuh pipi, Tono beranjak. Tangan kurusnya memanggul karung bekas belum terisi penuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun