Bola-bola bening meletakkan rindu di bawah tumpukan perih. Memandang kumpulan anak berseragam baru mengikuti kegiatan.
Betapa ingin hati berada di sana menyaksikan MPLS. Apa daya tiada upaya berhasil mengantarkan maunya.
Tono bukan peserta MPLS. Bukan. Ia harusnya menempati kelas limanya yang baru.
Ia melihat kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah, menyaksikan siswa baru mengikuti kegiatan awal, dari tempat tak terlihat orang lain.
MPLS mengenalkan agenda direncanakan para guru, fasilitas sekolah, tata cara belajar, gambaran mental pengenalan diri, serta pemberitahuan (tepatnya: instruksi) tentang budaya yang berlaku dan dipatuhi.
Banyak keterangan bagus yang hampir semuanya tidak mampu disimpan di dalam benak Tono. Pokoknya keren.
MPLS bila ditulis oleh pendidik, pasti bagus sekali.Â
Demikian bagus dan keren sehingga pokok pikirannya tidak bakal mudah dipahami pembaca bukan guru.
Gagasan besarnya adalah mewujudkan lingkungan belajar yang menyenangkan bagi siswa baru. Pun bagi murid lama.
Siswa dengan sumber daya cukup akan merasa nyaman.
Tidak bagi yang kekurangan. Ongkos sekolah dan uang daftar ulang menguber-uber mereka.
Sebagian terpaksa mendaratkan cita-cita terlanjur digantung di langit. Tidak cukup benang untuk menerbangkannya.
Bola-bola bening meletakkan rindu di bawah tumpukan perih. Memandang kumpulan anak berseragam baru mengikuti MPLS di sebuah sekolah swasta. Dari balik tempat sampah.
Sebelum bulir-bulir air menyentuh pipi, Tono beranjak. Tangan kurusnya memanggul karung bekas belum terisi penuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H