Matahari mencurahkan sinarnya ke darat. Udara siang menyengat. Saya memasuki sejuknya toko retail modern di samping bangunan eks Toserba Matahari Kota Bogor. Beberapa orang di depan saya memilih minuman dari rak atau lemari berpendingin.
Seperti sudah sangat mengenal barang dituju atau tertanam dalam pikiran, mereka tangkas mengambil botol minuman tertentu tanpa sedikit pun mengamati petunjuk tentang zat-zat terkandung.
Tidak mengamati tulisan kecil-kecil tentang komposisi bahan pembuatnya, tanggal kedaluwarsa, dan petunjuk lainnya. Pandangan pertama lebih tertuju pada wujud serta tulisan besar yang menyatakan merek, rasa, dan volume (ekstra isi akan menarik perhatian).
Paling penting, minuman segar dimaksud sudah ditangan untuk segera diguyurkan ke kerongkongan. Buat apa mengamati keterangan pada kemasan?
Sebagian orang menyukai minuman berpemanis merek tertentu. Dingin, manis, menyegarkan, dan terbiasa dengan satu jenis minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Saya jarang mengamati keterangan tentang komposisi bahan sebelum membeli minuman bergula, terkecuali jika lagi iseng membacanya. Biasanya itu tidak memengaruhi pilihan.
Termasuk minuman bergula antara lain minuman teh dan kopi kemasan, minuman energi, jus buah kemasan, susu kemasan dengan rasa, minuman bentuk bubuk, minuman bersoda, air minum berperisa (flavored, ditambah bahan untuk menguatkan rasa dan aroma).
Menurut penuturan National Professional Officer, Policies, and Legislation Healthier Population WHO Indonesia Dina Kania, umumnya MBDK memiliki kandungan tinggi gula.
Satu merek minuman teh kemasan mengandung 5,5 sendok teh (sdt) gula. Satu merek minuman bersoda mengandung 8,5 sdt gula, jus buah 9,5 sdt gula, minuman energi memiliki 10 sdt gula.