Saya memesan menu paket, yaitu nasi gudeg berikut sambal, krecek, dan tumis jantung pisang. Lauk tambahannya, tempe bacem dan garang asem ayam.
Rasa gudegnya tidak jauh beda dengan rasa gudeg di Jetis Yogyakarta. Enak sesuai selera saya yang bukan asli Yogya. Tidak gula banget. Tidak garam sekali. Pas.
Begitu juga dengan rasa krecek dan tumis jantung pisang, sedap. Garang asem ayam kecutnya terasa, tetapi tidak keterlaluan. Perpaduan manis dan asinnya tempe bacem seimbang.
Meskipun gudeg dan krecek (mungkin juga tumis jantung pisang) diberi bumbu santan, masakan tersebut tidak berasa "berat" di kepala. Barangkali, barangkali ya, tidak bakal memicu kenaikan kolesterol.
Nasi gudeg, krecek, tumisan, tempe bacem, sambal ludes tersisa alasnya. Bahkan garang asem ayam habis sekalian tulang-tulangnya!
Doyan tulang?
Tulang ayam bukan habis dimakan saking enaknya, tetapi dibungkus untuk dibawa pulang. Kucing di rumah menyukainya.
Saya menaati nasihat almarhumah nenek, menghabiskan makanan sampai habis.
Semua hidangan dinikmati tanpa sisa dengan membayar (seingat saya): gudeg kurang dari Rp25.000; tempe bacem Rp12.000; garang asem ayam Rp22.000; wedang (jahe, rosela, serai, gula batu) Rp15.000.
Hujan turun lumayan lama. Saatnya berleha-leha menikmati suasana, seraya memberi kesempatan kepada perut untuk bekerja.