Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pedagang Kecil yang Bisa Berkurban setelah Bebas dari Utang

26 Juni 2024   07:08 Diperbarui: 26 Juni 2024   07:19 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang pedagang kecil kini bisa bernapas lega, menjalankan usaha dengan lebih santai tanpa perlu mengurai benang kusut di dalam kepalanya.

Sebuah titik balik dalam hidupnya terjadi karena gugatan putra semata wayangnya.

"Buk. Kalau ibuk mati, siapa yang bayar utang-utang? Aku kan masih SD, belum sangguplah menanggung utang ibuk."

Hati orang tua tunggal itu mendadak tersayat sembilu. Perih membuat matanya basah.

***

Setahun lalu saya mendengar langsung bahwa wanita penjual gorengan, lontong bumbu, dan nasi uduk itu mengatakan "tidak" kepada petugas yang keluar masuk gang menawarkan pinjaman. Bank keliling! Lazim disebut bangke oleh warga setempat.

Sudah sekian lama ia tidak mau berutang dengan alasan apa pun kepada orang-orang yang door to door menawarkan pinjaman.

Syaratnya ringan. Proses realisasinya cepat. Tidak perlu agunan. Pengembaliannya (pokok + bunga) bisa harian.

Bangke menjadi favorit pedagang kecil, sekalipun mengenakan suku bunga super tinggi. Silakan hitung sendiri dari tabel di bawah ini, berapa besar biaya bunga bangke.

Foto brosur sebuah bank keliling (dokumen pribadi)
Foto brosur sebuah bank keliling (dokumen pribadi)

Kemudahan dan kecepatan layanan yang tidak mungkin dipenuhi oleh bank umum. Bank keliling mengisi celah-celah tersebut.

Kata seseorang, "Ribet dan lama banget kalau pakai bank biasa!"

Jadi bangke menjadi "jalan keluar" logis bagi sebagian orang kecil yang membutuhkan layanan pinjaman.

Namun, wanita penjual gorengan di atas selama sekian tahun mampu meredam keinginan meminjam uang dari bangke.

Itu semua dilakukannya demi memenuhi tuntutan putranya agar ia tidak berutang lagi.

Menurut pengakuannya, ia pusing ketika masih punya utang. 

Hidup tidak pernah tenang. Kepalanya diisi dengan hitungan-hitungan ruwet, bagaimana memenuhi kebutuhan sehari-hari, belanja modal kerja, ditambah pembayaran setiap hari ke bangke.

Maka ia berjualan dari pagi hingga sore.

"Seolah mencari uang hanya untuk bangke," kata wanita yang sendiri belanja bahan, memasak, melayani pembeli, mengurus rumah tangga, dan seterusnya.

Namun setelah anaknya yang duduk di bangku kelas tiga SD menggugat tentang buruknya berutang ke bangke, wanita tersebut mulai melunasi pinjaman tanpa membuat utang baru.

Ia mesti mengencangkan ikat pinggang. Mau bersakit-sakit. Hidup prihatin.

Seminggu yang lalu saya ke sana. Mampir hanya untuk minum kopi seduh tidak diaduk dan mendapatkan cerita seperti ini.

Ngopi di lapak penjual gorengan (dokumen pribadi)
Ngopi di lapak penjual gorengan (dokumen pribadi)

Pelaku usaha mikro itu mengaku, sekarang hidupnya lebih tenang. Buka lapak tidak perlu sampai sore. Cukup sampai waktu Zuhur.

Beban utang, beban bunga utang bangke yang mencekik leher sudah tidak ada dan tidak akan pernah ada lagi.

Keuntungan penjualan gorengan dan lain-lain sepenuhnya untuk dia dan anaknya. Bukan untuk menghidupi bangke.

Iduladha baru lalu pedagang kecil itu berkurban kambing, yang dibeli sesudah menabung sekian waktu.

Tabungan yang dipupuk setelah pedagang kecil itu terbebas dari utang. Tidak ada lagi beban mencekik leher akibat berutang kepada bangke alias bank keliling.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun