Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Cover per Pax untuk Tingkatkan Omzet Bisnis Kuliner

25 Juni 2024   11:10 Diperbarui: 26 Juni 2024   16:42 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dengan segelas es jeruk nipis, nongkrong berlama-lama (Dokumentasi pribadi)

Kesel nggak? Mengetahui konsumen nongkrong lama dengan segelas es jeruk nipis sampai anget. Bagaimana caranya agar pengelola usaha kuliner mengeliminasi kejadian semacam ini?

Kadang saya merasa sok teu. Belum pernah mengunjungi ya kok memberikan masukan perihal co working space.

Co-working space merupakan suatu tempat bagi pekerja independen, freelancer, small business entrepreneur, dan grup untuk berkegiatan dalam suasana nyaman, profesional, serta mengundang inspirasi.

Pertengahan tahun 2016 seorang kawan menghampiri saya, melontarkan gagasan tentang pendirian ruang kerja bersama.

Rasa-rasanya belum ada tempat semacam itu di Kota Bogor. Tahun itu co-working space hanya tersedia, kalau tidak salah, di Jakarta, Bandung, Yogyakarta.

Konsepnya, menyediakan lingkungan kerja bagi semua orang sekaligus makanan dan minuman. Kurang lebih beririsan dengan pengalaman saya di bisnis kuliner, yakni satu kafe kelas atas di Jakarta Selatan.

Kawan baik itu memiliki tempat tidak jauh dari Taman Air Mancur. Air Mancur, salah satu bangunan bersejarah penanda di Kota Bogor, terletak persis satu kilometer dari Gedung Utama Istana Bogor.

Dengan segelas es jeruk nipis, nongkrong berlama-lama (Dokumentasi pribadi)
Dengan segelas es jeruk nipis, nongkrong berlama-lama (Dokumentasi pribadi)

Di sekitarnya terdapat warung bansus (bandrek susu) legendaris, sate sop sapi khas Bogor, mie ayam, bakso, roti bakar, soto mie, martabak, sup buntut, dan sebagainya.

Dengan bermodalkan pengetahuan yang dicari dari internet digabung dengan pengalaman, kepada sang kawan saya menyampaikan sketsa sebagai berikut:

1. Co-working space merupakan ruang kerja bersama sejumlah pekerja atau grup pekerja, yang beraktivitas secara independen. Mereka bisa berbeda organisasi, tetapi bekerja dan berada di ruangan sama.

2. Pengelola menyediakan ruangan nyaman untuk bekerja, meja kursi, peralatan presentasi, wifi, dan pelayanan minum juga makanan ringan sampai medium, kalau perlu, santapan berat.

3. Dasar usahanya adalah penyewaan ruang. Bisa dengan basis keanggotaan (membership) dan bayar sekali pakai dalam jangka waktu tertentu.

4. Selama penggunaan tempat, pelanggan bisa meminta pelayanan penyediaan makanan minuman dengan membayar.

5. Penyediaan minuman dan makanan yang sekiranya tidak mengganggu kenyamanan bekerja di co-working space.

6. Rencananya, membuat semacam kedai minum untuk menyajikan teh, kopi, air mineral, dan minuman ringan lainnya.

7. Sedangkan makanan ringan hingga medium (roti bakar, pasta, mie goreng) dipesankan dari tempat makan di sekitar Air Mancur, dengan penambahan biaya pelayanan.

Gambaran kasarnya boleh juga. Namun tidak ada pembuktian. Konsep tidak teruji. Rencana tidak pernah terealisasi.

Ya sudahlah.

Narasi topik pilihan "Ruang Kerja Bersama Gratis" sedikit memperkatakan lamanya nongkrong pelanggan di coffee shop dengan segelas teh manis. Bercengkerama dengan teman-temannya.

Bagaimana pengelola tempat tidak "kecut" melihatnya? Padahal pengunjung ramai, tapi kebanyakan cuma nongkrong lama dengan segelas kopi atau limun.

Ketika masih mengelola kafe pada tahun 2000-an, konsumen duduk berlama-lama bermodalkan segelas minuman memang ada.

Kafe berupa restoran dua lantai, berkapasitas duduk 250 orang, menyediakan layanan semi-fine dining dan bar, serta dilengkapi panggung live music.

Ruang favorit adalah bale-bale. Tempat duduk lesehan di atas empuknya karpet dengan hidangan diletakkan pada meja pendek. Darinya pengunjung leluasa melihat ke panggung.

Umumnya grup lebih suka memilih bale-bale. Makanya tempat itu kerap diduduki mereka yang datang di awal, atau yang sudah melakukan pemesanan (reservation).

Pada waktu-waktu sepi pengunjung, biasanya setelah makan siang hingga menjelang turunnya senja, ada saja orang bersantai di bale-bale.

Berlama-lama. Berjam-jam dengan hanya memesan segelas orange juice (tahun 2000 harganya Rp15.000 sebelum pajak-pajak). Paling banter, menambah seporsi makanan ringan harga Rp20.000-25.000+/+.

Tak masalah sih. Tamu adalah raja.

Namun bikin nyesek pengelola yang terkena target penjualan per konsumen. Cover per pax, atau nilai belanja tiap pengunjung, merupakan target ditetapkan sebesar Rp120.000.

Target ini sudah ditulis dalam perhitungan rencana pendapatan dalam satu tahun.

Total revenue setahun untuk menjalankan proses produksi usaha selama dua belas bulan. Meliputi biaya variabel, biaya tetap, biaya rata-rata, biaya lainnya, dan keuntungan diharapkan.

Satu upaya operasional menggapai target penjualan adalah, menguber pencapaian nilai cover per pax tersebut. Mudahnya, cover per pax Rp120.000 dikalikan jumlah pengunjung dalam, misalnya, satu hari.

Pengadaan kuantitas tamu merupakan pekerjaan departemen promosi dan marketing. Sementara bagian operasional memelihara agar tamu menjadi pelanggan, lalu pelanggan menjelma sebagai konsumen loyal.

Pencapaian nilai cover per pax dilakukan tidak dengan segala cara "pokoknya target tercapai"... Tidak demikian!

Hospitality menekankan perilaku ramah dan murah hati dalam melayani orang lain (Celestine Patterson dalam "Jiwa Hospitality Seorang Hotelier Celestine Patterson", kompasiana.news).

Keramahtamahan terhadap orang lain adalah panglima dalam bisnis kuliner. Ia bisnis pelayanan. Bukan sekadar penyedia makanan, minuman, dan atmosfer.

Maka pengelola dalam mengejar target penjualan, seyogianya menerapkan sikap ramah dengan cara-cara sebagai berikut:

  • Menekankan target cover per pax dalam kepala para server (waiter, waitress, captain).
  • Menginformasikan kepada mereka pilihan makanan minuman terbaik untuk kelak ditawarkan ke tamu.
  • Memotivasi para pelayan agar terlebih dahulu merekomendasikan makanan minuman paling mahal kepada pembeli, yang sedang bingung memilih dari daftar menu.
  • Petugas operasional atau bagian pelayanan senantiasa memerhatikan keadaan meja tamu.
  • Dengan ramah tanpa memaksa, memberikan saran pilihan menu apabila hidangan habis.
  • Minta izin kepada tamu untuk membersihkan (clear up) peralatan makan selesai dipakai.
  • Mengganti asbak berisi puntung (bila di ruang untuk merokok) dengan yang bersih.
  • Sementara melakukan pembersihan, bagian pelayanan mempromosikan minuman tambahan dan/atau makanan tambahan semisal kudapan atau buah.

Upaya-upaya penawaran membeli produk tambahan atau jenis lainnya, yang dilakukan secara ramah, membuat pengunjung tergerak untuk melakukan pemesanan lagi.

Dengan langkah-langkah tersebut, nilai pembelanjaan seorang tamu akan meningkat. Pada sebagian besar kejadian, tamu kafe dengan hanya segelas jus jeruk kemudian minta tambahan atau memesan produk berbeda.

Jarak pencapaian target cover per pax menjadi lebih dekat. Penjualan dalam bisnis kuliner meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun