Para warga setempat sangat ramah. Selalu ramah sehingga setiap berkunjung ke rumah mereka, maka mahasiswa KKN mendapatkan suguhan. Bukan hanya camilan, juga makanan berat.
Satu saat, seorang warga menganggap bahwa nasi terbuat dari beras ketan putih adalah hidangan istimewa. Sebelumnya aku dan teman-teman sudah makan berat di ruang tamu warga lainnya.
Penolakan merupakan sesuatu yang tidak dapat diterima penyuguh. Dianggap tidak menghargai tuan rumah. Maka aku dan teman-teman berusaha keras menyingkirkan materi dalam perut yang belum sempat diolah, agar tersedia cukup ruang untuk menampung nasi ketan.
Kemudian beras-beras sudah ditanak yang telah dikunyah mengisi celah-celah di dalam pencernaan, dengan cara berhimpitan, berdesakan, dan saling sikut. Udara diisap hidung yang tak sempat menyelundup di antara mereka, mau tidak mau menyingkir untuk mengurangi sesak.
Sebagian teman-teman terkapar menahan perut hendak meledak. Aku dan yang tersisa membicarakan ihwal kampung di atas bukit. Keengganan mengunjunginya sebab semuanya telah melihat, betapa medan akan ditempuh amatlah sulit.
Pak Carik tersenyum menyaksikan mahasiswa KKN yang terbiasa dengan jalan rata dan berkata, "Mendaki perlahan saja tak perlu buru-buru. Bawa minum dan bekal cukup. Nanti istirahat di saung di tengah jalan."
"Ada tempat perhentian?"
Mendengar itu teman-teman sedang berbaring terbangun, ikut menyimak dengan cermat penjelasan Pak Opan yang menyemangati. Selanjutnya aku dan teman-teman merencanakan perjalanan, membukukan apa-apa yang akan dibawa, dan menyusun rencana kerja.
Esok paginya, setelah sarapan, aku dan teman-teman berjalan mengarah ke kampung di atas bukit. Memasuki gerbang jalan setapak menuju kampung di atas bukit, anak-anak sekolah memandang takjub seraya menyapa ramah.
Mata kumpulan gadis berseragam putih abu berkilat-kilat. Barangkali berharap pria mahasiswa KKN menyunting satu atau beberapa dari mereka.
Eits jangan salah! Pada masa itu di desa Karangtanjung wanita usia belum lima belas sudah dinikahkan. Gadis SMA akan merasa terlambat, berharap mendapatkan pasangan hidup. Mahasiswa tampak lebih keren dari umumnya warga desa.