Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Perempuan yang Terpinggirkan dalam Proses Transisi Energi

19 Juni 2024   13:08 Diperbarui: 19 Juni 2024   13:16 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Blusukan memasuki gang padat penduduk (dokumen pribadi)

"Blusukan" keluar masuk gang, kita akan menjumpai kelompok rentan dan perempuan penopang keuangan keluarga.

Negara menyebutkan, kelompok rentan meliputi orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat/disabilitas (UU No 39/1999 tentang HAM).

Mereka umumnya memiliki keterbatasan dalam mengakses layanan, sehingga memerlukan bantuan dari orang lain.

Sementara perempuan penopang keuangan keluarga merupakan penghasil pendapatan utama untuk belanja sebuah keluarga.

Ia menghasilkan sekaligus membelanjakan uang untuk keluarga, terkadang termasuk memelihara orang dalam tanggungannya. Bisa jadi ia tidak leluasa memenuhi kebutuhan pribadi.

Dalam situasi tertentu, perempuan penopang seperti ini menjadi sandaran penting bagi kelompok rentan.

Apabila sempat menjelajahi gang-gang di satu wilayah dalam Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, secara nyata dapat dijumpai kelompok rentan dan perempuan penopang keuangan.

Blusukan memasuki gang padat penduduk (dokumen pribadi)
Blusukan memasuki gang padat penduduk (dokumen pribadi)

Sebagian perempuan itu menjual penganan populer untuk sarapan: gado-gado bumbu ulek, lontong bumbu kacang, ketoprak, lontong sayur, nasi uduk, mie/bihun goreng, buras oncom, atau beragam gorengan (tempe, tahu, pisang, bakwan/bala-bala, dan lain-lain).

Lainnya membuka kios kecil di sudut jalan. Menjual rokok, minuman dalam kemasan, camilan, kopi saset, kerupuk, dan sebagainya.

Beberapa bekerja menjadi Asiten Rumah Tangga pulang hari (tidak tinggal di rumah majikan) pada tetangganya.

Sementara mereka yang tidak memiliki kesempatan bagus akan memungut kardus, kemasan bekas air mineral, dan barang terbuang yang sekiranya masih bernilai rupiah ketika dikilo (ditimbang).

Perempuan-perempuan tersebut terpaksa berada di dalam situasi kekurangan, sehingga ia menjadi tulang punggung lantaran beragam sebab:

  • Ada yang hidup dengan anaknya karena suaminya meninggal muda.
  • Ada yang suaminya bekerja di luar kota sebagai buruh dengan penghasilan terbatas, sementara merawat ibunya yang sepuh selain anak-anaknya.
  • Ada pula yang suaminya tidak bekerja lagi kena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kesulitan memperoleh pekerjaan baru.
  • Ada juga perempuan yang terpaksa memulung barang bekas sebab suaminya tidak berdaya menderita penyakit kronis.

Ada beragam alasan maka perempuan mengerahkan segala upaya halal memperoleh penghasilan. Tidak hanya bagi dirinya, juga untuk keluarga dan anggota keluarga yang termasuk kelompok rentan.

Memahami latar belakang persoalan di atas secara lebih lengkap, tentunya perlu pengamatan mendalam dari pihak lebih kompeten.

Gambaran kasar berdasarkan blusukan selintas, perempuan dalam posisi tersebut patut mengkhawatirkan penggunaan energi. Mereka sebagai penyedia kebutuhan energi, sekaligus pencari sumber energi alternatif manakala terjadi ketiadaan energi.

Dalam kerangka itu, idealnya terjadi peralihan energi. Namun masyarakat perkotaaan umumnya tidak leluasa mengadakan transisi energi.

Sumber energi semisal matahari dan angin hanya bermanfaat dalam proses pengeringan. Sedangkan mereka belum terinformasi utuh mengenai sumber energi terbarukan lain seperti biomassa, tenaga mikrohidro, biofuel, dan lainnya.

Sebagian mungkin tidak menggunakan elpiji sebagai bahan bakar, tetapi gas alam yang memang instalasinya sudah ada di sebagian wilayah Kota Bogor.

Pemanfaatan sumber energi terbarukan di perkotaan umumnya terbentur dengan keterbatasan lahan dan pengetahuan.

Boleh jadi, perempuan penopang keuangan keluarga -- yang seyogianya berperan dalam mengupayakan peralihan energi -- belum mendapatkan edukasi tersendiri.

Dalam konteks tersebut, perempuan dan kelompok rentan masih terpinggirkan. Padahal peran mereka dalam transisi energi lokal patut diperhitungkan.

Perlu upaya menjembatani antara kebiasaan yang sudah berlangsung lama dengan teknologi energi terbarukan. Perlu pemahaman transisi energi berkeadilan, mampu menjangkau perempuan dan kelompok rentan yang terpinggirkan.

Di sinilah Oxfam bisa berperan, diharapkan memberikan peranan penting dalam mengubah situasi terpinggirkan menjadi potensi kekuatan.

Oxfam bekerja sama dengan berbagai organisasi di seluruh dunia, demi melakukan perubahan dan menciptakan masa depan yang terbebas dari ketidakadilan lantaran kemiskinan.

Oxfam bekerja dengan cara paling praktis dan inovatif mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, agar mereka tumbuh dan berkembang bagus di masa depan.

Maka fokus Oxfam di Indonesia adalah pemberdayaan perempuan, meliputi:

  • Keadilan Gender. Partisipasi perempuan dalam aspek ekonomi, sosial, politik dan budaya.
  • Keadilan Ekonomi. Mendukung petani keci, terutama perempuan, dalam peningkatan ketahanan pangan dan adaptif terhadap dampak perubahan iklim.
  • Hak-Hak dalam Krisis. Menguatkan kemampuan masyarakat perkotaan dan mengedepankan gender mainstreaming (pengarusutaan jender) menghadapi bencana alam dan tanggap darurat.

Perempuan penopang keuangan keluarga dan kelompok rentan di wilayah permukiman padat di atas, kiranya memperoleh dukungan penuh dari Oxfam, sehingga mereka berperan penting setidaknya di lingkungan sekitar dalam proses Transisi Energi Adil.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun