Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Usaha Mikro Ini Menjadi Sekoci Penyelamat

5 Juni 2024   08:05 Diperbarui: 5 Juni 2024   08:26 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar sekoci penyelamat oleh OpenClipart-Vectors dari Pixabay diolah dengan Canva

Suaminya korban pengurangan karyawan sebuah pabrik pada pandemi lalu. Kehilangan daya utama, bahtera oleng. Untunglah ada sekoci penyelamat.

Dalam sebuah gang terdapat warung-warung, yang menjual sayur dan kebutuhan sehari-hari hingga penganan. Sebuah lapak seadanya menjadi tempat menjual gado-gado bumbu ulek dan gorengan.

Bekas dua lemari pendek diletakkan memanjang. Menempel pada rumah mereka, yang dua dindingnya mepet jalan dan lainnya berhimpitan dengan tembok tetangga.

Di atas meja yang berfungsi sebagai meja tertata wadah berisi sayur matang dan lontong, cobek untuk mengulek bumbu gado-gado/pecel, teko berisi sambal kacang, gorengan, buras, dan bihun goreng dibungkus.

Lapak usaha mikro penjualan penganan (dokumen pribadi)
Lapak usaha mikro penjualan penganan (dokumen pribadi)

Pembeli yang makan di tempat boleh mengambil gratis minum teh di ceret sebelah kursi kayu panjang.

Saya mengambil dua potong tempe goreng, menempatkannya di piring plastik, menyiramkan bumbu kacang encer, lalu duduk di kursi kayu. Penjual meletakkan segelas teh tawar hangat di samping saya.

Baca juga: Kursi dari Langit

Takada meja makan. Hanya kursi panjang dan tiga tempat duduk plastik.

Kira-kira satu jam saya berada di sana. Menghabiskan empat potong tempe dan secangkir teh tawar.

Tempe goreng dengan sambal kacang (dokumen pribadi)
Tempe goreng dengan sambal kacang (dokumen pribadi)

Bukan karena belum sarapan. Sudah. Di rumah. Saya memerlukan tempat nongkrong, sambil mengetuk-ngetuk layar telepon pintar.

Suami istri dua anak meneruskan usaha penjualan gado-gado dan gorengan dari orang tua yang telah berpulang. Anak tertua sudah menginjak bangku SMA. Sedangkan anak kedua berusia 11 tahun, tidak sekolah karena lumpuh sejak lahir.

Mengapa ia tidak disekolahkan di tempat Anak Berkebutuhan Khusus? Saya tidak punya keberanian menanyakannya.

Suaminya korban pengurangan karyawan sebuah pabrik di Kota Bogor pada masa pandemi lalu. Sekarang ia bekerja serabutan dengan penghasilan tak tentu.

Bahtera oleng kehilangan daya utama, untunglah ada sekoci penyelamat. Menurut pengakuan, usaha jualan gado-gado dan gorengan lumayan menolong mereka melanjutkan hidup.

Berapa penghasilan dari lapak penjualan makanan itu?

Mereka hanya tersenyum dan berkata, "Cukuplah untuk makan sehari-hari."

Saya coba-coba memperkirakan omzet lapak tersebut dalam sehari, berdasarkan pengetahuan terbatas dalam bidang bisnis kuliner yang sempat saya tekuni.

Perhitungan tersebut mengabaikan faktor pendapatan lain seperti pendapatan dari kerja serabutan, bansos, dan sebagainya.

Berhubung lapak terletak jauh dari jalan raya, berada di dalam gang, maka pasarnya adalah tetangga sekitar, orang lewat seperti saya, serta langganan yang sudah tahu rasa dan harga penganan di tempat itu.

Warung beroperasi sejak pagi hingga Zuhur, yaitu sekitar enam jam lamanya.

Dalam satu jam nongkrong, saya mengingat-ingat jumlah konsumen. Dua pembeli gado-gado. Tiga orang, termasuk saya, membeli gorengan rata-rata sebanyak 4 potong.

Menurut keterangan, tadinya dipajang 10 bungkus bihun goreng. Sekarang tinggal tiga.

Harga masing-masing adalah: sepiring gado-gado Rp12.000, empat potong gorengan Rp5 ribu, dan sebungkus bihun goreng Rp2.500. Kalkulasinya menjadi begini:

  • Penjualan rata-rata gado-gado dalam sehari = (2 x Rp12.000) x 6 jam operasi menghasilkan omzet Rp144.000.
  • Gorengan = (3 x Rp5.000) x 6 jam operasi menghasilkan uang Rp90.000.
  • Ditambah penjualan 10 bungkus bihun goreng @Rp2.500, kalau habis maka pendapatan bertambah Rp25.000
  • Total perkiraan rata-rata hasil penjualan dalam sehari (6 jam buka) adalah Rp259.000.

Kemudian saya menyampaikan kepada penjual, tebakan pemasukan sehari adalah Rp250-300 ribu. Namun saya belum bisa menghitung keuntungan kotornya, mungkin tiga puluh persen atau lebih.

"Kurang lebih segitu. Yang penting bisa ikut makan dari hasil jualan."

Di tengah sulitnya mencari pekerjaan dan menjalankan usaha secara stabil, lapak penjualan gado-gado dan gorengan menjadi penyelamat.

Usaha mikro yang menjadi sekoci penyelamat keluarga sederhana itu mengarungi samudra kehidupan, yang bergelombang dan berbadai.

Semoga sang suami mendapatkan pekerjaan baru atau kegiatan produktif berpenghasilan terukur, sehingga mereka dapat membangun bahtera lebih kokoh. Aamiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun