Betapa cerewet warga sebuah negara di sana. Terlalu cerewet.
Demikian cerewet bikin kuping raja memerah. Berdarah. Menitik ke lantai. Mengalir membasahi tanah luar istana..
Bagusnya, bukan terjadi di Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan alam indah, seni budaya mengagumkan, dan penduduk ramah tamah penuh sopan santun tiada amarah.
Sementara umumnya warga negara di sana sangat cerewet. Mencereweti apa pun aturan, rencana peraturan, atau keputusan pemerintah pematah bahu rakyat.
Satu contoh. Tanpa memperhitungkan kesulitan ekonomi warga, secara sepihak dan semena-mena PRUP menerbitkan aturan kenaikan OBP.
Ah iya, bagi mereka yang belum pernah ke negara sana bisa jadi tidak mengerti apa itu PRUP dan OBP.
Baiklah.
Seorang raja memimpin negara di sana. Sebuah dinasti menguasai monarki di sana. Maka raja menempatkan anak, mantu, saudara kandung, keponakan dekat maupun jauh, paman, ipar, cucu, nenek, kakek, dan seterusnya di posisi kepala daerah hingga jabatan penting.
Untuk penggantinya kelak, sang raja mengorbitkan putra kesayangan. Pria muda yang mempelajari tugas-tugas kenegaraan dengan selalu mengekor jalan raja, tentu saja kecuali ke kamar mandi dan peraduan.
Sang raja sedang membangun dinasti politik. Secara tidak langsung dapat melanggengkan kekuasaan.
Jadi jangan heran, insan bertalian keluarga kebanyakan menduduki kursi PR. Sisanyanya memang profesional.
PR adalah pejabat yang ditugaskan memimpin satu departemen untuk membantu pekerjaan raja di satu bidang tertentu. PR adalah Pembantu Raja (mungkin setara dengan jabatan menteri di Indonesia).
PRUP adalah singkatan dari Pembantu Raja Urusan Padepokan. Sedangkan Ongkos Belajar di Padepokan merupakan kepanjangan dari OBP.
Sudah paham? Tidak?
Sebaiknya cari informasi dengan langsung berkunjung ke negara sana, karena Google tidak menyediakannya. Entah kenapa.
Nah, atas penerbitan aturan OBP dari PRUP, warga berlaku cerewet. Terutama mereka dengan anak yang sedang dan akan belajar di padepokan.
Warga cerewet lalu menjerit, lantaran merasa leher tercekik mengetahui kenaikan ongkos yang membukit.
Seluruh warga mengekspresikan kecerewetan dengan demonstrasi, umpatan melalui medsos, cacian di warung kopi, hingga nyanyian sumbang di kamar mandi.
Kuping raja memerah. Berdarah. Menitik ke lantai. Mengalir membasahi tanah luar istana.
Lalu ia memanggil PRUP, yang tidak lain dan tidak bukan adalah keponakan dari sepupu jauh sang raja, untuk pertemuan tertutup.
Setelahnya, PRUP memberikan keterangan singkat kepada para pemburu kabar, "Aturan dibatalkan."
Sontak warga pembaca berita berlaku cerewet lagi. Cerewet lega. Cerewet gembira. Namun kelegaan itu tidak berlangsung lama. Warga cerewet lagi dengan komentar pedas.
Berkata keras menanggapi aturan-aturan baru keluar, terkait hukum LTPH (Lembaga Tertinggi Penentu Hukum), pemotongan gaji warga bekerja, dan sebagainya.
Selain beberapa aturan memang menguntungkan keluarga kerajaan, para petinggi tidak mahir cara mengomunisasikan kepada umum pokok-pokok ketentuan terkandung dalam peraturan.
Maka cerewet demi cerewet dengan komentar pedas merambat ke segala arah. Membuat negara di sana gaduh tanpa dapat dicegah.
Kuping raja memerah. Berdarah. Menitik ke lantai. Mengalir membasahi tanah luar istana.
Ia mengumpulkan seluruh petinggi dan legislator kerajaan. Membahas persoalan hangat sedang terjadi. Rapat demi rapat akhirnya menelurkan sebuah rancangan peraturan. Disebut RPAMWC.
Dengan RPAMWC aparat kerajaan dapat menempelkan pita lebar berperekat pada mulut semua warga cerewet. Dengan itu diharapkan tidak ada lagi warga cerewet yang dapat membuat kuping raja berdarah.
Dengan RPAMWC warga negara di sana tidak lagi punya kebebasan mengekspresikan ketidaksetujuan, menyampaikan pendapat kritis, menggali satu kasus (korupsi, misalnya), dan bunyian semacamnya.
Demikian cerita tentang gonjang-ganjing di negara sana. Sekian dan terima kasih
Woy..., apa itu RPAMWC...???
Maaf, maaf, maaf...
RPAMWC adalah singkatan dari Rencana Penerbitan Aturan yang Membungkam Warga Cerewet.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H