Kurang dari pukul delapan pagi saya mengambil nomor antrean pendaftaran. Tercetak angka dua ratusan pada struk.
Para pasien dari berbagai kalangan dan umur memenuhi bangku tunggu. Makanya saya mencari tempat duduk di lorong rumah sakit, yang letaknya lumayan jauh dari ruang pendaftaran, sambil menyantap sarapan dibawa dari rumah.
Tidak sedikit pasien dan keluarganya membawa bekal. Duduk di kursi atau di lantai makan beramai-ramai.
Hampir dua jam kemudian saya mendapatkan giliran. Usai mendaftar, menunggu lagi panggilan periksa dokter spesialis yang jadwal praktiknya pukul 10.00-12.00 WIB.
Saya masuk ruangan dokter pukul 12 atau lebih. Lima-sepuluh menit kemudian mendapatkan resep untuk diberikan ke instalasi farmasi. Menunggu penyerahan obat bisa dua sampai tiga jam.
Alhasil, keluar dari RSUD pada waktu asar. Bahkan terakhir, pulang jam 5 sore. Artinya, butuh waktu seharian berobat rutin ke dokter spesialis di poliklinik RSUD.
Meskipun membawa bekal, saya masih perlu ke warung untuk makan siang. Ditambah jajan sore dan di waktu-waktu tunggu.Â
Membosankan. Melelahkan. Boros.
Bulan Ramadan lalu masa berlaku surat rujukan habis. Kepada dokter puskesmas saya meminta agar dirujuk ke Faskes II, yaitu sebuah klinik utama geriatri.
Geriatri merupakan cabang ilmu kedokteran terkait aspek kesehatan, penanganan medis, dan pelayanan bagi warga lanjut usia (interpretasi bebas atas Pasal 1 Bab 1 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 79 Tahun 2019).
Jadi klinik utama geriatri adalah fasilitas kesehatan khusus untuk warga lansia. Secara umur, saya baru saja menjadi lansia.