Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Belajar "Mengakui Kesalahan" dari Pengalaman

8 Mei 2024   06:07 Diperbarui: 8 Mei 2024   07:13 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Betapa tidak? Pelatihan belum selesai, instruktur hendak pulang akibat kesalahan kami. Padahal peserta telah membayar di muka (Rp3,5 juta di tahun 2000).

Keputusan instruktur pulang ke negaranya sudah bulat. Takada cara bagus untuk mencegah. Tiada kata-kata tepat untuk merayunya agar kembali mengajar.

Rasanya tulang belulang lepas satu demi satu dari tempatnya. Dalam keputusasaan, saya mau menukar kesalahan dengan segenap jiwa raga asalkan instruktur mengajar kembali.

Dengan dorongan itu saya mengakui kesalahan di hadapan instruktur, para panitia, dan semua peserta pelatihan, sekaligus menyampaikan maaf.

Barangkali itu permintaan maaf tulus yang tidak pernah saya lontarkan sebelumnya. Benar-benar muncul dari hati paling dalam.

Ajaib. Tumbuh perasaan lega setelah mengucapkannya. Muncul rasa pasrah mendalam, siap menerima segala akibat dari kesalahan saya dan teman saya perbuat.

Lebih ajaib lagi, instruktur masuk ke dalam kelas diikuti panitia dan para peserta. Kemudian instruktur bule mengevaluasi peristiwa yang telah terjadi, kurang lebih seperti ini:

  • Mitra saya dalam tugas dan saya adalah, tipikal orang dengan terlalu banyak pertimbangan untuk melakukan hal sederhana. Too much analyzing!
  • Tidak perlu berpikir rumit. Tidak perlu jauh-jauh untuk menyelesaikan tugas. Cukup bergerak di dekat gedung, maka dapat dijumpai orang-orang untuk mingle. Ada pedagang gorengan, penjual minuman, warung, dan sebagainya.
  • Artinya, waktu dua jam mestinya cukup untuk menyelesaikan tugas. Bahkan bisa dikerjakan sambil makan.
  • Keterlambatan waktu merupakan gagalnya kami memenuhi komitmen.
  • Bagian paling penting adalah, ketika berbuat kesalahan segera akui dan meminta maaf secara tulus, serta siap bertanggung jawab.

Pembelajaran mengakui kesalahan langsung didapat dari peristiwa yang benar-benar terjadi. Kejadian nyata, bukan sekadar ceramah berbusa-busa atau kajian dengan banyak teori.

Hasilnya, saya sampai sekarang masih mengingat peristiwa itu dan memahami pentingnya sikap mengakui kesalahan. Juga berkomitmen atau berjanji pada diri sendiri, bukan kepada orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun