Mukanya layu. Hidungnya beberapa kali menyuarakan tarikan sehingga ingus tidak sempat kelihatan. Matanya terlihat mendung, namun tidak serintik pun gerimis turun.
Ia sesungguhnya datang paling lambat. Sangat terlambat manakala sebahagian besar orang sudah angkat kaki dari ruangan.
Begitu datang ia membuka tutup. Sejenak tubuhku bercahaya disiram sinar matahari yang tadi lolos melalui bukaan kaca di dinding.
Setelah mata sembabnya kenyang menyoroti ragaku yang kayu, usai mukanya puas menumpahkan segala sedih, ia pun lantas beranjak pergi.
Dan perkara sepele itu lagi-lagi membuatku jengkel. Kebiasaan buruk tetap saja dilakukannya. Ia menjauh tanpa menutup peti.
Tidak menutup lagi kotak kayu terbuat dari mahoni, yang permukaannya dipelitur cokelat berkilat-kilat, dan terletak pada bagian tengah bangunan berdinding putih tempatku beristirahat damai.
Perkara sepele yang menjengkelkan!
***
Biodata Singkat:Â
Pria berdomisili di Kota Bogor. Pengangguran berusia banyak yang bukan cerpenis, bukan sastrawan. Cuma orang biasa yang kadang suka ngarang bebas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H