Kecerobohan paling puncak dengan potensi bahaya besar satu ketika dilakukannya. Setelah mengambil jeriken penampung cairan bahan bakar beroktan tinggi, dan menuangkan sebagian isi entah untuk apa, ia meletakkan wadah secara serampangan.
Sekali lagi, tanpa menutup kembali rapat-rapat.
Kumpulan uap melayang dalam jumlah cukup akan mudah disambar percikan api. Bahkan bara paling titik bisa menjelma jadi si jago merah melahap segala.
Aku menegur ia yang sedang asyik membersihkan sesuatu disamping jeriken terbuka. Mulutnya sesekali mengembuskan asap putih.
Khawatir ada percikan menyulut uap, aku berkata keras, "Hei, tutup rapat kembali jeriken. Jauhkan darimu. Bahaya, bisa kebakaran!"
Dengan cepat mulutnya menyanggah seraya bersungut-sungut, "Tapi isinya hendak aku habiskan untuk membersihkan ini. Tak bakal terjadi sesuatu yang buruk. Bawel amat sih?"
"Meski cairan sudah habis, uapnya bisa tersulut. Tutup kembali! Matikan rokokmu!"
Mulut-mulut pun bertukar dalih. Ia mempertahankan alasan-alasan. Aku was-was dengan kemungkinan bahaya ditimbulkan.
Meskipun tidak jarang menyembul adu pendapat, lantaran ia kembali kepada kebiasaan buruknya malas menutup apa pun yang biasanya ditutup, hubungan kami baik-baik saja.
Bertengkar sebentar lalu diam-diaman atau saling menyingkir sejenak. Periode berikutnya, hubungan seperti  tiada persoalan.
Pada kunjungan terakhir tampangnya sangat menyedihkan. Ekspresi wajah yang membuatku ingin tertawa, tetapi keadaan tidak mengijinkannya. Bibirku beku.