Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mencintai Cangkir Porselen Berisi Tiga Perempat Kopi Hitam

15 April 2024   09:08 Diperbarui: 15 April 2024   09:11 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cangkir berisi kopi, Gambar oleh Daria Nepriakhina dari Pixabay

Dua mata menyoroti penuh kasih mangkuk kecil bertelinga satu terbuat dari porselen putih.

Dua lubang menghidu aroma harum menenangkan dan menyenangkan jiwa

Dua tangan enggan mengendurkan genggaman. Hangat merambat perlahan memanjat arteri menuju ruang terdalam di hati.

Riak-riak berdenyut. Bergelombang hendak mendorong dinding dada yang terlalu kokoh, berkat kerap menjadi sandaran kepala lembut mencari perlindungan.

Cangkir lambat-lambat melayang. Bibir mulusnya menyentuh bibirku.

Larutan hitam perlahan mengalir. Lidah mencecap rasa pekat, tetapi ringan dan tidak sangat asam.

Aku sangat menikmati tiga perempat kopi hitam, dan menghabiskannya dari cangkir porselen berwarna putih cantik.

Sayangnya mangkuk kecil dengan satu telinga itu tidak boleh dibawa pulang. Harus dikembalikan kepada yang punya.

Di atas segalanya, tiga perempat kopi hitam dalam cangkir porselen terasa tidak pahit meski tidak ditambah gula.

Aku duga, dua sendok teh lebih sedikit bubuk kopi kualitas terbaik diseduh dengan air panas tidak terlampau panas, 92 hingga 95 derajat celcius, sampai memenuhi tiga perempat bagian dari cangkir porselen.

Kopi diseduh tidak ditambahkan gula. Ia sudah pasti mengenal seleraku.

Sebaliknya aku tahu - dan semua orang juga mengetahuinya tanpa perlu mencintainya - bahwa si penyeduh kopi tanpa gula itu memiliki paras manis.

Sangat manis. Begitu manis, sehingga aku tidak pernah bosan berada di sampingnya.

Maka aku tidak akan jemu memandang lekat kepadanya, di mana pada bagian kiri kanan wajahnya yang berkulit bersih nan halus terletak simetris: dahi mulus, alis bersudut lembut dengan lengkungan dangkal, mata bening berbulu lentik, hidung feminim, bibir ranum.

Bibir lembut yang membuat aku ingin selalu berlama-lama melumatnya.

Lebih dari hal itu, aku sangat terpikat kepadanya. Perasaan suka sekali, sayang betul, dan nafsu berkobar-kobar bercampur menjadi satu.

Apabila berjauhan, hati berontak sebab risau dan rindu. Membuatku takenak makan dan tidur.

Dan aku pun merasa, ia memiliki emosi serupa. Kadang pikiran menanggapi secara berlebihan, jangan-jangan ia ingin selalu bersamaku?

Seminggu bersamanya menempati pondok mungil terpencil di tengah kebun asri terasa cuma beberapa jam. Waktu yang sejatinya lama akan terasa sebentar bagiku.

Pada pagi yang rintik, ketika menyesap tiga perempat kopi hitam dari cangkir porselen berwarna putih, aku memandang siluet bidadari sedang mengolah nasi goreng kunyit kesukaanku.

Mendadak ada bagian paling rahasia dari tubuhku berdenyut tak tertahankan. Gelisah mengingat kebahagiaan ini segera berakhir.

Dengan memenjara gelombang yang berusaha mendobrak dinding dada, aku mendekatinya. Memeluk dari belakang lalu melontarkan pertanyaan sama.

Tampak dungu, bebal, dan bingung, untuk kesekian kalinya aku mengajukan pertanyaan itu itu saja.

"Sayangku, cintaku. Rasanya aku masih ingin berlama-lama. Sampai kapan, ya???"

"Bukankah sudah berkali-kali kubilang, tanggal 17! Tanggal 17 esok lusa pesawat dari luar negeri itu mendarat membawa suamiku."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun