Duh, bahas pedagang kecil lagi. Lagi-lagi mengulas pedagang kecil. Tahu apa sih mereka tentang finansial sehat?
Menukil investopedia, kesehatan finansial adalah keadaan dan stabilitas keuangan pribadi berikut kegiatan menjaga keuangannya. Meliputi jumlah tabungan, penyisihan uang untuk pensiun, dan pengeluaran tetap atau biaya yang tidak dapat dihindari.
Kemudia para pakar menuliskan empat komponen utama penentu finansial sehat, yaitu:
- Pengeluaran. Belanja mestinya lebih kecil daripada pendapatan.
- Tabungan. Penyisihan untuk simpanan berlikuiditas tinggi dan penempatan dana jangka panjang seperti deposito dan investasi risiko rendah.
- Pinjaman. Utang yang proposional dengan pendapatan (rasio utang terhadap pendapatan kurang dari 30%).
- Perencanaan keuangan. Dibuat untuk pencapaian tujuan hidup melalui pengelolaan keuangan terencana (berumah tangga, beli rumah/kendaraan, biaya pendidikan anak, dana pensiun, dan seterusnya).
Apabila seseorang memiliki pendapatan  tetap atau penghasilan cukup, seyogianya ia menunaikan empat komponen utama tersebut. Menjalankan finansial sehat dan hidup tenang.
Bagaimana dengan mereka yang berpenghasilan tidak menentu dan hanya cukup untuk hari itu?
Kebetulan sekian hari menjelang datangnya Ramadan saya mampir di lapak penjual nasi uduk, pesor (lontong bumbu), dan gorengan.
Kendati tidak khusus menjual kopi seduh, saya memesannya segelas. Biasa, cari inspirasi sambil ngopi dan nyomot dua potong tempe.
Menurut saya, di kedai semacam ini menghabiskan lima ribu perak bisa mendapatkan kenyamanan. Bagi penjual, berapa pun belanjanya yang penting jajan. Harapannya, modal ditanam dapat berputar.
Karena waktu itu macet ide, akhirnya ngopi dilanjutkan dengan omon-omon tidak jelas. Membincangkan tentang hal yang kurang lebih substansinya sebangun dengan empat komponen utama di pembukaan artikel.
"Boro-boro menabung. Duit yang ada gak ke situ gak ke sono."
Bu Yanti penjual nasi uduk menghabiskan sebagian besar uang yang ada untuk berjualan. Keuntungan digunakan untuk membiayai hidup sehari-hari dan dikumpulkan demi bayar sewa di akhir bulan.
"Sekolah anak?"
Single parent tersebut memiliki satu putra, yang menempuh pendidikan di SD Negeri tidak jauh dari lokasi ia berjualan.
"Ada santunan dari Masjid Al-Istiqomah bagi anak yatim."
"Menghadapi Ramadan? Lebaran? Kan saat itu mestinya pengeluaran meningkat. Harga-harga naik dan kebutuhan bertambah."
Wanita berumur sekitar setengah abad itu menyiasati dengan cara berikut (saya ringkas):
- Pengeluaran hanya untuk modal, kebutuhan pokok, dan sewa tempat. Tidak akan mengadakan makanan khusus untuk sahur dan berbuka. Makan dengan menu sehari-hari.
- Akan menjual makanan untuk takjil yang kemungkinan besar diburu konsumen pada bulan Ramadan.
- Ia tidak punya beban utang. Beberapa bulan sebelumnya telah melepaskan diri dari jeratan bangke. Bank keliling itu menerapkan tingkat bunga utang menyiksa nasabah.
Hanya itu yang dapat saya tangkap dari pembicaraan ngalor ngidul dengan Bu Yanti penjual nasi uduk, lontong bumbu, dan gorengan.
Jadi pemahaman finansial sehat versi seorang pedagang kecil adalah, punya penghasilan yang cukup untuk menutup kebutuhan modal pada hari itu, biaya hidup sehari-hari, dan sewa tempat. Satu lagi, tidak ada beban utang.
Sesederhana itu. Tidak selengkap teori yang telah disampaikan oleh para pakar keuangan.
"Menabung, merencanakan keuangan, dan semacamnya adalah soal susah. Yang penting bersyukur atas apa yang didapat", lanjutnya, "entar-entar, bapak jangan nanya yang susah-susah, ya!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H