Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menanti Turunnya Harga Beras, Beban Sudah Berat Nih!

28 Februari 2024   20:09 Diperbarui: 1 Maret 2024   09:01 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga antre beras di Operasi Pasar Beras dan Pasar Murah.(KOMPAS.COM/PUTRA PRIMA PERDANA)

"Bisa-bisa pelanggan kabur."

Ia hanya berharap, harga-harga bahan turun. Beban akibat kenaikan harga dirasakan sangat memberatkan.

"Tidak peduli siapa pun yang terpilih jadi presiden, pokoknya harga-harga turun."

Pembeli yang baru saja mengosongkan porsi lontong sayur menimpali, "Tidak mungkin Mak. Sekalinya harga beras naik tidak bakal turun lagi."

Dengan muka serius pengemudi kendaraan ojol itu berkata, bahwa tekanan terus menerus dapat menyebabkan kekacauan.

Ia menyampaikan argumen, tekanan akibat kenaikan harga tidak terkendali ditambah perut lapar membuat orang kehilangan rasa takut. Mereka kemudian melakukan perlawanan meruntuhkan keadaan sulit.

Terlintas di benak saya tentang sifat pegas, semakin kuat tekanan pada pegas semakin kuat pula tingkat perlawanannya.

Mengutip dari kompas.com, kian besar tekanan diberikan pada pegas, kian besar pula gaya pegas (gaya pemulihan). Gaya pemulih/pembalik bekerja dalam arah berlawanan dengan tekanan diberikan (sumber).

Bisa jadi ada benarnya.

Menurut saya, bukan perlawanan sebentuk pemberontakan terhadap tatanan berbangsa dan bernegara yang ada, tetapi pertarungan menghadapi situasi tidak mengenakkan dengan cara-cara positif.

Menghadapi kenaikan harga beras yang tidak terkendali dengan, antara lain:

  • Meminimalkan food waste. Misalnya, ambil makan dengan takaran sesuai kemampuan lalu menghabiskannya.
  • Mengonsumsi secara bergantian antara nasi dan makanan pengganti beras.
  • Membiasakan lagi dengan makan sumber karbohidrat lokal seperti singkong, talas, sagu, ubi, jagung, dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun