Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memang Boleh Lakukan Pungli dengan Alasan "Sama-Sama Cari Makan"?

5 Februari 2024   07:07 Diperbarui: 10 Februari 2024   10:14 1383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto pungli oleh Karolina Grabowska dari pexels.com

Sebagian orang menganggap lumrah terjadinya pungli. Dalihnya, sama-sama cari makan!

Minggu lalu saya mengunjungi Festival Makanan Kuah-Kuah di satu mal Kota Bogor. Untuk mencapainya, berjalan kaki yang lalu disambung dengan menumpang angkot karena lokasinya jauh.

Cerita menarik terbentuk saat perjalanan pulang.

Sebuah angkot kosong ngetem dengan anteng menunggu penumpang di sebuah bundaran, yang sesungguhnya dilarang berhenti. Saya naik. Duduk di sebelah pengemudi.

Foto Angkot ngetem.(KOMPAS.COM/RAMDHAN TRIYADI BEMPAH)
Foto Angkot ngetem.(KOMPAS.COM/RAMDHAN TRIYADI BEMPAH)

Taklama kemudian angkot berjalan. Di depan sebuah markas sopir memelankan laju kendaraan, seraya menyerahkan Rp5.000 kepada seorang pria bertopi.

Penasaran, saya bertanya, "Uang apa itu?"

"Biasalah, sama-sama cari makan."

"Maksudnya?"

Lantas sopir angkot bertutur dengan lancar. Bahwa setoran lima ribu perak sehari kepada temer (mungkin berasal dari kata timer) merupakan uang jalan.

Apabila tidak setor, maka angkot tidak boleh berhenti (ngetem) mengambil penumpang di wilayah tersebut.

Bundaran itu adalah satu lokasi strategis untuk memperoleh penumpang, yang merupakan simpangan dan berada di seberang mal. Sebaliknya, di tempat ngetem tersebut dilarang berhenti.

Ada rambu larangan. Lalu lintas sekitar akan terganggu jika kendaraan berhenti di mana pun sisi bundaran. Ditambah, lokasi berada takjauh dari depan mulut jalan keluar/masuk sebuah markas kesatuan.

Singkatnya, dari akumulasi setoran dalam sehari sebagian besar untuk "uang rokok" oknum petugas jaga pos.

"Sama-sama cari makan."

Maksudnya, para sopir angkot rute tersebut boleh berhenti dalam waktu tertentu, untuk mengambil penumpang di lokasi terlarang itu.

Agar aman tidak direcoki petugas, sopir angkot menyerahkan uang melalui temer, yang akan menyetorkannya kepada sang oknum.

Dengan itu sopir angkot memiliki peluang memperoleh sejumlah penumpang dengan setor Rp5.000 per hari. Banyaknya penumpang sangat berarti bagi sang sopir.

Sementara oknum petugas mendapatkan uang tambahan dari temer. Mestinya sang temer pengumpul uang setoran memperoleh bagiannya.

Jadi begitu maksud dari frasa sama-sama cari makan. Pihak berkepentingan (sopir angkot, temer, oknum petugas) saling memperoleh manfaat dari "kerja sama" di atas.

Kerja sama tidak resmi yang lebih pantas disebut pungutan liar (pungli). Saya menyebutnya begini, dalam kerangka cerita di atas maka pungli telah melembaga dan sepertinya sulit diberantas.

Apakah kerja sama tidak resmi semacam itu dapat diberantas? Memang boleh melakukan pungli dengan alasan sama-sama mencari makan? Saking banyaknya pertanyaan di dalam kepala, saya tidak mampu merumuskannya.

Sejatinya pungutan liar dengan alasan apa pun tidak dibolehkan. Namun entah kenapa, pungli semacam itu masih berlangsung. Tampaknya juga tidak ada upaya serius untuk memberantasnya.

Menurut sopir angkot, sesekali dilakukan penertiban, tetapi itu aksi bersifat sementara yang terkesan basa-basi.

Maka pertanyaan pentingnya, sampai kapan pungli benar-benar lenyap dari negeri tercinta?

Barangkali para pembaca budiman punya cerita serupa dengan latar belakang berbeda, serta cara mengatasinya.

Mari seruput kopi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun