Apabila tidak setor, maka angkot tidak boleh berhenti (ngetem) mengambil penumpang di wilayah tersebut.
Bundaran itu adalah satu lokasi strategis untuk memperoleh penumpang, yang merupakan simpangan dan berada di seberang mal. Sebaliknya, di tempat ngetem tersebut dilarang berhenti.
Ada rambu larangan. Lalu lintas sekitar akan terganggu jika kendaraan berhenti di mana pun sisi bundaran. Ditambah, lokasi berada takjauh dari depan mulut jalan keluar/masuk sebuah markas kesatuan.
Singkatnya, dari akumulasi setoran dalam sehari sebagian besar untuk "uang rokok" oknum petugas jaga pos.
"Sama-sama cari makan."
Maksudnya, para sopir angkot rute tersebut boleh berhenti dalam waktu tertentu, untuk mengambil penumpang di lokasi terlarang itu.
Agar aman tidak direcoki petugas, sopir angkot menyerahkan uang melalui temer, yang akan menyetorkannya kepada sang oknum.
Dengan itu sopir angkot memiliki peluang memperoleh sejumlah penumpang dengan setor Rp5.000 per hari. Banyaknya penumpang sangat berarti bagi sang sopir.
Sementara oknum petugas mendapatkan uang tambahan dari temer. Mestinya sang temer pengumpul uang setoran memperoleh bagiannya.
Jadi begitu maksud dari frasa sama-sama cari makan. Pihak berkepentingan (sopir angkot, temer, oknum petugas) saling memperoleh manfaat dari "kerja sama" di atas.
Kerja sama tidak resmi yang lebih pantas disebut pungutan liar (pungli). Saya menyebutnya begini, dalam kerangka cerita di atas maka pungli telah melembaga dan sepertinya sulit diberantas.