Sambil menunggu, saya berselancar di dunia maya dan menemukan cara bikin soto mi: "Resep Soto Mie Bogor, Sajian Berkuah Segar untuk Akhir Pekan" di kompas.com.
Tak lama, semangkuk soto mi terhidang di hadapan. Aromanya menggugah selera.
Saya memasukkan seujung sendok teh garam. Sedikit saja. Micin? Saya tidak begitu suka.
Mencicip sesendok, terasa gurihnya kaldu sapi. Warna kuahnya persis soto mi seperti di zaman dulu. Kemerahan.
Bedanya, dulu bumbu pembentuk warna sudah dilarutkan di dalam dandang. Kini, bumbu merah ditambahkan secara individual ke dalam mangkuk.
Aha, rasa yang muncul memper dengan kuah soto mi Bogor di masa lalu!
Saya tidak terburu-buru menghabiskan soto mi yang telah membawa ingatan rasa ke masa lalu. Saya ingin menikmati hidangan berkuah tersebut sampai titik kaldu penghabisan. Lagi pula, gerimis masih turun. Â
Mangkuk licin tandas. Mendung telah menyingkir. Tidak tampak lagi air menitik. Tiba waktunya untuk beranjak dan membayar.
Semangkuk soto mi Bogor tanpa nasi ditukar dengan uang Rp 13.000 saja. Itu sangat sepadan dengan rasa diterima.
Petualangan berlanjut dengan meninggalkan rasa puas. Rencananya, berjalan kaki agak lebih jauh agar lemak dalam tubuh terbakar habis. Mudah-mudahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H