Fenomena kenaikan harga beras dari tahun ke tahun meninggalkan lubang hitam di kepala, kapan harga terjangkau masyarakat umum bisa stabil? Kapan pangan bisa mandiri agar harganya berdaulat? Kapan...?
Seorang pedagang kaos kaki di pinggir jalan mengeluh, "tahun-tahun sebelumnya harga beras biasa Rp8.500 satu liter, sekarang paling murah Rp10 ribuan," lalu merutuk, "kantor pertanian ini kerjanya apa sih?"
(Ket.: 1 liter beras ekuivalen 0,753 kg beras)
Telunjuknya mengarah ke kantor-kantor BSIP (Badan Standardisasi Instrumen Pertanian) Kementerian Pertanian. Kantor eks Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, yang para penelitinya "bedol desa" ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Kemudian yang dimaksud dengan "beras biasa" adalah beras di luar kualitas medium apalagi premium. Beras yang biasa dikonsumsi oleh warga kebanyakan.
Kompas menyebutkan, harga beras kualitas medium meningkat lebih tinggi daripada harga tahun lalu. Per 22 Januari 2024 tercatat harga rata-rata beras medium mencapai Rp13.260 per kilogram, dibanding harga rata-rata nasional tertinggi tahun lalu (Oktober 2023) Rp13.210 per kg.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengatakan, kenaikan harga beras diakibatkan perkiraan defisit produksi padi bulan Januari-Februari. Sedangkan Kementerian Pertanian (Kementan) menjamin, panen padi pada Januari-Februari tetap ada.
Berita selengkapnya di sini.
Menghadapi situasi kenaikan harga beras, seperti biasa, pemerintah menstabilkan pasokan dan harga pangan. Juga menyalurkan program bantuan beras.
Untuk itu cadangan beras pemerintah (CBP) diperkuat dengan cara menyerap gabah petani dan percepatan impor beras. Rencananya, tahun ini pemerintah membeli beras dari pasar luar negeri sebanyak 2 juta ton (sumber).
Padahal, impor beras sepanjang tahun 2023 mencapai 3,06 juta ton. Tertinggi dalam empat tahun terakhir (sumber). Impor beras tahun 2019-2022 kurang dari 500.000 ton per tahun (bps.go.id).