Bukan hanya obrolan menarik, pohon rambutan di halaman depan rumahnya membuat saya betah.
Pada ranting-ranting satu pohon besar bergelantungan buah rambutan. Lebat dengan buah berwarna merah juga yang masih kuning dan hijau.
Pemilik rumah bosan makan rambutan, sehingga membiarkan buahnya berjatuhan begitu saja. Bila ada yang meminta, dengan senang hati ia akan mengambilkannya.
Seraya berbincang, saya memetik buah rambutan menggantung dalam jangkauan tangan tanpa kaki berjinjit. Saya tidak ingat, sepuluh hingga lima belas buah atau berapa telah memasuki mulut.
Manis dengan rasa kecut samar dengan daging buah tidak berair. Garing dan nglotok. Sepertinya rambutan jenis Lebak Bulus.
Buah berukuran 5-6 sentimeter membuat saya tidak berhenti memakannya. Sebagaimana halnya makan kacang, tidak berhenti bila toplesnya belum kosong.
Sang kawan menyenggek (mengait dengan galah) buah rambutan. Memasukkannya ke dalam kantong kresek ukuran besar untuk saya bawa pulang. Saya kira isinya lebih dari tiga kilogram.
Hari itu saya tidak jadi ke pasar. Ada persediaan buah rambutan dengan jumlah lebih dari cukup.
Sepanjang tidak berlebihan, saya tidak perlu khawatir lagi kadar gula darah akan naik dengan makan buah rambutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI