Daripada tidak membawa hasil, satu hari ia pulang dari tempat mangkal membawa beberapa ikat petai. Sambil lewat menawarkannya kepada warga dengan harga murah.
Responnya bagus. Laris. Bertahap komoditi dibawa bertambah ragamnya. Barangkali juga sesuai keinginan pembeli.
Lama-lama jumlah dan variasi sayur dibawa kian banyak. Ia menjual di bawah harga yang ditawarkan tukang sayur keliling biasanya.
Satu gambaran, harga eceran sebungkus wortel isi 4 Rp5.000. Si Brewok menjual wortel ukuran sama dengan jumlah 12 buah seharga Rp10.000.
Dua per tiga dibanding harga tukang sayur biasanya. Bahkan bisa separuhnya. Pantas, ibu-ibu pembeli tidak pernah menawar harga.
Bagaimana cara ia bisa menjual lebih murah?
Menurut penuturan pak Agil, ia sangat mengenal bandar atau pedagang grosir sayur malam. Ya iyalah, bertahun-tahun mangkal di pasar membuatnya mengenai para pedagang.
Hebatnya lagi, sayuran didagangkan boleh dibawa dulu. Bayar setelah laku. Artinya, pak Agil tidak memerlukan modal tunai untuk mendapatkan barang dagangan.
Selain itu ia memperoleh harga grosir langsung dari bandar sayur. Harga yang memberikan keleluasaan mendapatkan keuntungan jika dijual kembali.
Pak Agil menjual kembali kepada konsumen dengan sedikit mengambil keuntungan.
"Pokoknya ada untuk dibawa pulang. Yang penting, barang dagangan cepet muter (cepat laku-pen.)"