Tim pemenangan satu paslon memberikan amplop. Sepertinya berisi uang. Sebaiknya, diterima atau jangan?
Dua orang kompak menuju markas pemenangan satu paslon yang berada tidak jauh dari rumah, menyusul rombongan lain yang telah lebih dulu datang
Tersiar selentingan bahwa di sana ada pemeriksaan kesehatan gratis, serta pembagian sembako dan amplop. Mungkin hendak merebut hati undecided voter, pemilih yang sampai saat ini belum menentukan preferensi seperti halnya saya.
Penarik becak masuk dan menunggu antrean. Sementara satu orang lagi, seorang pekerja serabutan, kembali. Malu, katanya sehingga ia tidak mau turut.
Saya bilang, ngapain malu? Apa susahnya sih tinggal masuk, daftar, duduk menunggu panggilan, diperiksa, lalu terima bingkisan dan amplop.
Itu kesempatan lima tahun sekali. Pada masa sekarang menjelang pemilu 2024, para kandidat pasti berbuat baik kepada kita pemilik suara.
Mereka membutuhkan kita. Setelah tanggal 14 Februari 2024, jangan harap mereka bakal melirik.
Kata-kata saya tidak membuat si pemalu bergerak.
Satu jam kemudian, tukang becak datang membawa bingkisan nasi kotak dan bungkusan obat. Menurutnya, amplopan nanti dikirim via koordinator wilayah masing-masing.
Pekerja serabutan yang tidak ikut antrean menunjukkan raut wajah menyesal.
Keesokan harinya saya berjalan terseok-seok melewati trotoar di depan markas pemenangan dimaksud. Tampak tiga orang sedang berfoto-foto.
Beberapa langkah melewati, orang-orang itu memanggil. Mereka meminta agar saya mau difoto seolah melakukan seremoni penerimaan bingkisan.
Tiga kali foto. Saat penyerahan kesatu, satu orang mengabadikan. Penyerahan kotak kedua bertuliskan nama paslon dan penyerahan amplop kabinet putih, kamera berbunyi.
Dua bingkisan diambil kembali oleh petugas tim pemenangan. Sedangkan amplop diserahkan ke saya.
Saya kemudian teringat, dalam portal Pusat Edukasi Antikorupsi, atau Anti-Corruption Learning Center Komisi Pemberantasan Korupsi (ACLC KPK), disebutkan pengertian politik uang seperti dalam ilustrasi di bawah ini:
Mengingat tentang batasan politik uang, hati saya pun bimbang: diterima atau tidak?
"Untuk apa?"
"Buat bapak."
Tidak ada penjelasan apapun, misalnya kelak harus mencoblos kertas suara paslon tertentu. Tidak! Tidak ada udang di balik bakwan.
Barangkali mereka memerlukan bukti-bukti foto penerimaan untuk dikirimkan ke pusat pemenangan.
Setelah menimbang-nimbang, maka amplop putih saya ambil. Kemudian saya mengetahui isinya selembar uang senilai Rp50 ribu.
Berjalan dua ratus meter, menjumpai beberapa orang yang sebagian saya kenal. Mereka biasa nongkrong di simpangan mengatur mobil keluar masuk jalan sambil berharap recehan.
Saya mendekati penjual es cincau. Membeli beberapa gelas sesuai jumlah orang. Tentunya segelas untuk saya.
Sekali-kali --lima tahun sekali-- memakai uang tim pemenangan pasangan calon presiden dan wakil presiden RI tahun 2024. Minum es cincau beramai-ramai.Â
Boleh ya?
Catatan: pengertian politik uang dari ACLC KPK.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI