Rasa-rasanya ingin berlama-lama di tempat asri itu. Lain waktu saya akan datang lagi, menjajal menu berbeda dan berbincang tentang banyak hal dengan sang suami, yang merupakan pensiunan kontraktor rekanan BUMN.
Jajanan Jadul yang Langka
Perjalanan berlanjut. Di tengah kawasan pemotongan ayam saya melihat pemandangan langka: penjaja keliling Oli Jepret.
Bukan oli pelumas. Oli jepret adalah penganan berbahan singkong. Ubi kayu diparut, diperas, dikukus, lalu ditumbuk bersama minyak kelapa. Kemudian adonan putih dibentuk bulat agak pipih.
Sepintas mirip uli. Namun oli jepret lebih kenyal dibanding penganan dari ketan itu. Konon waktu dibentuk tidak dipotong dengan pisau, tapi ditarik menggunakan tangan.
Bila dimakan begitu saja akan terasa tawar. Oleh karena itu disantap bersama serundeng dan gula pasir. Serundeng dibuat dari kelapa parut yang disangrai dan dibubuhi sedikit garam.
Makanan jadul yang sudah langka ini dijual Rp1.000 per buahnya.
Satu lagi penjual oli jepret yang masih eksis, berjualan di depan Delicious (delisis, kata sebagian orang), toko roti legendaris dari zaman Belanda di Jalan Mawar Kota Bogor.
Ngaso Minum Es Cendol Duren
Kurang lebih satu kilometer menjelang tujuan tampak penjual es cendol di ujung Jalan Dadali. Kayaknya pantas melepas lelah, berteduh dari panas mentari di bawah pohon kenari sambil ngandok es cendol.
Saya pilih es cendol ditambah duren. Segar. Manisnya pas, tidak terlalu banyak gula. Santannya pun tidak terlalu pekat.