Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Legalisasi Parkir Liar Jangan Sampai Timbulkan Perlawanan

7 Desember 2023   06:06 Diperbarui: 7 Desember 2023   06:23 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak jarang tukang parkir liar berlaku siluman. Tidak tampak seorang pun ketika parkir. Saat hendak beranjak, muncul seseorang entah dari mana meniup peluit berusaha memandu kendaraan.

Begitulah kelakuan sebagian juru parkir liar yang hendak dilegalkan.

Demi meningkatkan pendapatan daerah, Dinas Perhubungan DKI Jakarta berencana melegalkan parkir liar di badan jalan.

Wacana tersebut memang berkembang di Jakarta. Namun ihwal parkir liar juga menjadi persoalan di daerah lainnya.

Rasanya di setiap tempat keramaian ada tukang parkir. Resmi maupun liar.

Gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, pertokoan, dan pasar menyediakan fasilitas parkir berbayar sistem tiket.

Juga di badan jalan milik pemerintah daerah. Petugas parkir berseragam mengutip ongkos dengan menyerahkan karcis, sebagian tidak, kepada pemilik yang memarkirkan kendaraannya.

Di antara parkir resmi terlihat juga parkir tidak resmi. Parkir liar di tempat yang mestinya tidak diperbolehkan. Atau pertokoan yang menyediakan fasilitas parkir gratis.

Ada satu fenomena menarik di seputaran "bisnis" parkir liar yang melibatkan oknum dan preman. Legalisasi terhadapnya diduga akan menimbulkan perlawanan dari beberapa pihak.

Ketika olahraga jalan kaki pagi saya mampir ke satu toko ritel modern. Setelah itu berbincang dengan satu tukang parkir. Teman masa SMA yang sekarang menjadi juru parkir liar.

Ia mengutip ongkos dari pengemudi kendaraan yang parkir di halaman ruko. Tidak ada karcis/tiket sebagai pengganti uang. 

Sesungguhnya halaman itu merupakan bagian dari lahan pertokoan, diperuntukkan sebagai fasilitas parkir bagi pengunjung. Seharusnya gratis.

Entah bagaimana caranya, Ketua RW setempat memberdayakannya. Setiap kendaraan parkir harus membayar ongkos tanpa tanda terima.

Teman saya di atas, sebutlah namanya Buceng, ditunjuk menjadi juru parkir.

Buceng mengutip ongkos dari pemilik yang memarkirkan kendaraan di halaman pertokoan, kendati urusannya hanya sebentar. Lalu Buceng menyetorkan hasilnya kepada Ketua RW.

"Berapa?"

"Ya, lumayanlah."

"Berapa?"

"Cepek lebih dikit." (seratus lebih sedikit).

Menurutnya, meskipun telah disetorkan Rp100 ribu lebih dalam sehari, masih ada sisa uang untuk dibawa pulang.

"Lumayan, buat makan keluarga."

Buceng bekerja dari pagi sekitar pukul 8 sampai dengan bakda Ashar. Setiap hari tanpa libur.

Saat ini, menjadi juru parkir liar merupakan satu-satunya harapan menghidupi keluarganya. Dan bisa jadi masih banyak orang lain, yang mengandalkan hidup dari profesi tukang parkir liar.

Tidak hanya di properti pribadi seperti milik ruko di atas, juru parkir liar pun beroperasi di badan jalan tertentu.

Ada yang bekerja baik. Memandu pengemudi memarkirkan kendaraan, saat datang maupun pergi.

Tak jarang ada juru parkir yang berlaku asal-asalan. Muncul hanya saat hendak menagih ongkos parkir. Mengesalkan.

Di sisi lain terpikir, betapa mereka mengharapkan penghasilan dari pekerjaannya. Dalam beberapa keadaan, mungkin saja ada "pelindung" di balik juru parkir liar yang ikut cari makan.

Artinya, di balik bisnis parkir liar bisa melibatkan beberapa orang berkepentingan. Apabila "pendaringan" mereka terganggu dengan adanya legalisasi, itu berpotensi menimbulkan perlawanan.

Suatu keadaan yang seyogianya diantisipasi oleh otoritas yang hendak melegalkan bisnis parkir liar.

Umpamanya dengan melakukan sosialisasi, merangkulnya untuk turut serta menyukseskan program legalisasi, mengedukasi dan melatih juru parkir liar agar lebih cakap, serta tentunya kelak memberi imbalan layak.

Dalam kerangka itu, mau tidak mau juga menertibkan praktik premanisme di balik bisnis parkir liar.

Dengan itu, mudah-mudahan kelak legalisasi parkir liar tidak menimbulkan gejolak sosial, akibat perlawanan pihak manapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun