Kedua, tidak mampu mengelola waktu dan tenaga. Kedodoran dalam manajemen. Secara fisik mereka keteteran menyiapkan isi dan menunggu warung dari pagi hingga petang.
Ketiga, atau alasan yang menjadi kesimpulan sementara dalam artikel sebelumnya adalah, pengelola tidak cukup ulet menjalankan bisnis kuliner. Apalagi usaha baru yang penuh tantangan.
Saat itu pikiran jelek sempat melintas di kepala saya: jangan-jangan mereka cuma senang membangun tempat usaha, tetapi tidak dalam menjalankannya.
***
Belum lama mereka merenovasi satu ruangan di bagian berbeda. Merombak satu kamar kosong, yaitu:
- Melapis lantai dengan parquet motif kayu.
- Mengecat ulang dinding dengan warna pastel dan satu dinding dihiasi wood panel.
- Mengganti langit-langit dengan plafon PVC.
- Menambahkan mesin pengatur suhu udara.
- Mengganti daun pintu dengan sistem kunci digital.
- Mempercantik bagian luar dari kamar.
Rupa-rupanya mereka mendapatkan dua ranjang terapi buatan Korea Selatan, yang sempat populer pada tahun 2000-an, dari kerabatnya. Tidak terinformasi bagaimana aturan mainnya.
Di satu ranjang terdapat batu giok, secara otomatis memijat punggung/tulang belakang seseorang yang berbaring di atasnya. Sementara sinar inframerah akan menghangatkan.Â
Satunya lagi adalah penghangat punggung saja.
Dengan alat-alat itu mereka hendak membuka usaha terapi, mereka namakan Rumah Fisioterapi.
Tidak memerlukan keahlian khusus. Operator cukup memahami cara pengoperasian alat.