Ibu paruh baya dan anak lelakinya itu tinggal di ruangan berukuran kira-kira 3 X 3,5 meter persegi. Mengontrak Rp500 ribu per bulan.
Ah, sebetulnya bukan "ruangan" serupa rumah petakan atau kamar kos. Bukan.
Ia merupakan bagian teras rumah berbentuk L dengan lebar bagian depan sekitar 3 meter. Hunian kosong yang hendak dijual, tetapi tidak laku-laku. Ditawarkan untuk dirental, tidak ada peminat juga.
Daripada terlantar, pemilik rumah akhirnya menyewakan sebagian. Tentu dengan harga murah.
Ruangan itu merupakan teras. Di belakang adalah dinding triplek yang menutupi bagian muka rumah. Kiri kanan adalah tembok pembatas dengan rumah tetangga. Di depan berdiri pagar besi kupu-kupu.
Bagian menghadap jalan kemudian dimanfaatkan oleh penyewa sebagai lapak. Menjual gorengan dan penganan populer lainnya.
Sedikit ke belakang terletak kompor dan peralatan masak. Ke belakang lagi terdapat kulkas, rak, kipas angin, dan kasur menggeletak di lantai yang dibatasi tirai.
Tempat usaha sekaligus hunian dengan kondisi terbatas.
Dinginnya malam hanya ditutup dengan tirai kain dan selimut. Jika matahari sudah ke peraduan, pagar besi ditutup dengan karpet. Menghalangi pandangan. Tidak angin malam.
Tersedia listrik di kontrakan tersebut. Ada lampu. Ada energi untuk menggerakkan mesin lemari pendingin dan mengisi baterai telepon genggam.