Ujung dari gang berkelok adalah pemandangan menggetarkan. Sungai Ciliwung dengan batu-batu di antara airnya yang surut berwarna kehijauan.
Tanah dipapas membentuk tangga turun. Kendati cukup curam, menapaki trap menurun bukan masalah besar bagi saya.
Melintang pada bagian sungai Ciliwung kantong-kantong berwarna putih. Karung berisi pasir disusun menjadi penghubung darurat.
Jalur alternatif dari satu daratan ke daratan lainnya bagi pejalan kaki, sementara jembatan sesungguhnya sedang direnovasi. Jembatan Otista merupakan salah satu jalur masuk ke Kota Bogor, dari gerbang tol Jagorawi eksit Baranangsiang.
Jembatan tersebut dibangun tahun 1920 dan pernah dilebarkan pada 1970. Kini, dengan anggaran Rp52,6 miliar, jembatan Otista dilebarkan dari 15 meter menjadi 22 meter (sumber).
Sampai dengan rencana penyelesaian pada akhir tahun 2023, jembatan tidak bisa dilewati umum. Termasuk pejalan kaki.
Karena itu warga setempat menyusun karung-karung berisi pasir pada bagian sungai yang relatif datar dan tidak dalam. Sebuah jalur darurat menghubungkan kawasan sekitar jalan Bangka dan Tugu Kujang dengan Pasar Bogor.
Saya melangkah penuh konsentrasi memerhatikan ke mana kaki menginjak. Berbeda dengan orang normal, saya harus ekstra hati-hati dalam melangkah.
Kalau ingin menikmati pemandangan, ya berhenti. Diam sejenak demi melihat hijaunya air tengah sungai. Melihat konstruksi jembatan Otista di kejauhan.