Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Mencoba Soto Versi Perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur

2 Oktober 2023   07:09 Diperbarui: 2 Oktober 2023   07:49 1020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto semangkuk soto perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah (dokumen pribadi)

Jakun naik turun kala membaca artikel karya Kompasianer Isti Yogiswandani, berjudul Soto kuali Daging Sapi Bu Titi: Cukup Rp 5 Ribu.

Sampai bermenung-menung membayang rasa segar, gurih, dan sedapnya kaldu soto. Maka satu keputusan saya buat. Niat sudah bulat.

Seperti biasa akhir pekan adalah waktu berjalan kaki. Jarak tempuh lebih jauh ketimbang perjalanan di hari kerja, eh, hari biasa.

Maka pada Sabtu baru lalu penjelajahan direncanakan berakhir di gerai penjual soto. Pulang bisa naik angkot atau ojol.

Pertanyaannya, soto apa?

Soto Bogor kuah bening atau kuning (bersantan) bisa dicari di kawasan Suryakencana. Pilihan yang digemari turis pemburu kuliner, tapi saya ogah antri demi perut kenyang.

Soto Ayam Madura? Ada beberapa di sekitar rumah. Itu bikin penjelajahan menjadi terlalu dekat.

Soto Lamongan enak dekat Toko Roti dan Restoran Bogor Permai buka malam. Saya tak bakal kuat menahan lapar sampai petang.

Ya sudah, pokoknya jalan. Bagaimana nanti. Seketemunya saja.

Petualangan mengarah ke utara. Keluar masuk gang menikmati suasana perkampungan padat. Pada satu titik berhenti di penjual penganan sederhana untuk sarapan buras isi oncom dan ketan bertabur serundeng.

Perjalanan lumayan jauh mungkin sekitar 3,5 km berujung di sebuah pusat perbelanjaan. Membeli beberapa jenis buah dan bahan pangan, yang tidak mudah ditemukan di warung dekat rumah.

Sayang tidak tersedia wasabi, penyedap makanan khas Jepang.

Kali ini saya tidak mencari makanan di food court atau restoran di dalam mal. Terlalu mainstream.

Plaza dikelilingi deretan bangunan. Di antaranya terdapat restoran ayam goreng dan pizza waralaba luar negeri, tapi bukan itu yang dicari.

Satu tempat letaknya rada tersembunyi. Beberapa karyawati berseragam baru selesai makan siang beranjak dari kursi.

Bisa jadi kedai itu dulunya rumah makan dengan sasaran pembelinya pengunjung mal. Sekarang jadi kantin atau kafetaria.

Konter makanan dan meja saji terbuat dari stainless steel. Meja kursi dan perlengkapan lain tampak disiapkan secara profesional.

Saya rasa kantin tidak memerlukan peralatan sebagus itu. Terpenting tempat bersih dan menawarkan harga terjangkau dengan rasa memenuhi selera umum.

Namun bisa juga saya berlebihan dalam menilai. Singkatnya, saya masuk.

Terlihat masih ada hidangan di wadah-wadah baja nirkarat di dalam etalase kaca, kendati tinggal sedikit. Pada menu menempel di dinding tertulis pilihan sego pecel, nasi rames, ayam goreng, dan soto ayam.

Aha! Soto. Sistem saraf di otak memerintahkan mulut bersuara, "soto dan nasi."

Tak lama. Di hadapan tersaji semangkuk soto. Kuahnya jernih, bening berwarna sedikit kuning berkat kunyit.

Chicken clear soup itu berisi soun, daun kubis rajang, irisan tomat, daun bawang dan seledri iris, suwiran ayam goreng, serta taburan bawang goreng. Ke dalamnya saya tambahkan perasan jeruk nipis dan sedikit sambal.

Akhir-akhir ini jika menghirup kuah terlampau pedas, saya akan tersedak. Terbatuk-batuk seperti ada yang mengiritasi kerongkongan, membuat bersin hingga mengeluarkan air mata.

Demi kenyamanan, maka saya menambahkan hanya sepertiga sendok teh sambal encer. Pokoknya ada rasa cabai, kendati samar-samar

Kuah terasa ringan. Saya duga bumbunya simpel: bawang putih, kunyit, serai, merica, jahe, mungkin juga ditambah daun jeruk purut.

Bumbu sederhana yang menguatkan rasa gurih kaldu ayam. Akan lebih mantap bila menggunakan ayam kampung.

Saya memperkirakan soto menggunakan ayam jantan. Atau ayam petelur yang sudah tidak produktif. Suwiran dagingnya tidak mudah hancur seperti daging ayam negeri (broiler). Pun tidak tercium bau amis.

Secara keseluruhan, soto ayam di kantin tersebut terasa enak. Buktinya? Mangkuk licin tandas hingga tetes kuah terakhir.

Selesai makan saya berpikir, rasa-rasanya mirip soto Semarang. Ciri-cirinya serupa. Bening, gurih, dan tidak terlalu berminyak.

Satu lagi, kuah tercecap agak manis. Tidak seperti soto Jawa Timur yang hanya terasa gurih (kecuali soto bersantan atau ditambah kecap manis).

Penasaran saya bertanya ke bapak pemilik kantin, benarkah tebakan saya bahwa soto tersebut gaya Semarang.

"Dari Cepu. Soto Cepu. Mirip soto Semarang, ya?"

Cepu, Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah, adalah kecamatan yang berbatasan langsung dengan Jawa Timur.

Kiranya soto Cepu mengadopsi gaya masakan Jawa Tengah, daripada Jawa Timur. Tidak mengherankan, olahan sotonya mirip dengan soto Semarang.

Satu makanan favorit saya adalah soto Semarang. Kini soto Cepu masuk dalam daftar hidangan berkuah kesukaan saya. Gurih, kuah ringan menyegarkan, dan saya ingin datang lagi. Recommended.

Pemilik kantin menyodorkan bon. Dompet merasa senang membaca angka tertulis Rp15.000 untuk semangkuk soto, sepiring nasi, dan segelas es teh tawar. Kenyang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun