Untuk ketiga kalinya mengunjungi warung yang sama. Sabtu pekan lalu saya menuju penjual makanan dekat Taman Air Mancur, Kota Bogor.
Di kepala langsung muncul pilihan: Rujak Cingur. Makan Tahu Campur, sudah. Santap Tahu Telur, juga sudah.Â
Tidak banyak cerita tentang rujak cingur, rasa-rasanya saya pernah mengisahkannya entah di artikel mana.
Sebagai gambaran sekilas, pada sepiring rujak cingur berisi: lontong, sayur matang (kangkung, tauge), kerupuk, irisan mentimun, bengkuang, mangga muda, nanas, tempe tahu goreng. Terakhir merupakan "jagoannya", yaitu cingur. Bumbu atau sausnya adalah petis.
Urutan penjelasan di atas juga merepresentasikan gaya saya menyantapnya. Terlebih dahulu menyendok sayur dan lontong, lalu berturut-turut buah-buahan, tempe, dan tahu. Terakhir -- ini merupakan perayaan sesungguhnya -- menyantap dan mengunyah sayatan cingur dengan nikmat.
Warung makan Pakde Kan adalah penjual makanan khas Jawa Timur. Sang pemilik mengaku berasal dari Surabaya.
Rasa rujak cingur versi Surabaya atau Malang cenderung manis, berasal dari petis udang yang mendominasi saus.
Berbeda dengan rujak cingur di Bangkalan Madura. Sausnya terbuat dari petis ikan dengan rasa asin gurih. Warnanya pun lebih cerah, cokelat muda.
Rujak cingur berbeda warna dan rasa antara satu daerah dengan daerah lainnya. Perbedaan wujud dan rasa yang merupakan kekayaan kuliner Nusantara.
Syahdan, pulang dari berwisata di Pulau Dewata saya mengajak teman-teman mampir ke Pulau Madura.