Mencicipi sesendok kuah panas adalah menerbangkan ingatan ke masa lampau. Cuma sebentar. Selanjutnya lidah bertualang mencecap rasa.
Kuah sedap berkat gabungan kaldu dan petis udang. Lento menyajikan tekstur padat, tapi empuk, berwarna kuning khas olahan singkong.
Sedangkan kikil rupa-rupanya dimasak dalam waktu lama sehingga tidak keras saat dikunyah. Tidak bikin selilit di sela-sela gigi.
Tidak butuh waktu lama Tahu Campur pun tandas. Orang-orang sekitar menoleh, demi mendengar suara sendok menyiduk sisa-sisa kuah di dasar piring.
Kok cepet habis? Padahal porsinya besar. Saya bilang sih, Tahu Campur boleh dianggap sebagai menu makan berat.
Saya sudah lama sekali tidak menyantap Tahu Campur, makanan favorit saya. Sementara penjualnya di Kota Bogor bisa dihitung dengan jari tangan.
Sekalinya menjumpai, memakan Tahu Campur ternyata tidak perlu waktu lama untuk menghabiskannya. Cepat betul.
Mau tambah seperti pada masa lampau, saya perkirakan perut tidak bakal mampu menampung satu porsi lagi Tahu Campur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H