Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bukan Sawo, Lengkeng, Namnam, Apalagi Buah Lato-Lato

2 Agustus 2023   17:09 Diperbarui: 2 Agustus 2023   17:13 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tukang sedang bekerja (dokumen pribadi)

Ketika berbuah, pohon ajaib itu membuat orang penasaran, lalu melontakan beragam tanya yang tidak kalah ajaib.

Entah sejak kapan mobil Google Maps memetakan pohon di depan rumah secara street view, menyelaraskan koordinatnya, dan membuatnya sebagai penanda tempat (landmark) dengan nama "Pohon Langka Kepel, Cindul, Simpol, Burahol, Turalak."

Google Maps menuliskannya sebagai pelestarian situs peninggalan.

Anakan pohon Kepel (Stelechocarpus burahol) setinggi setengah meter ditanam di satu sudut halaman depan, 25 atau 30 tahun lalu.

Sekian tahun tanaman membesar. Batangnya lurus menjulang. Pohon membentuk kerucut, meruncing di atas. Daunnya hijau tua, permukaannya mengkilap, dan keras.

Pada musim tertentu daun berguguran, berganti daun baru berwarna merah muda. Dari jauh seperti es krim berwarna pink.

Saya pernah memakan daun muda itu, yang konon berkhasiat menurunkan kolesterol tinggi. Namun tidak berlanjut. Pahit!

Buahnya lebat. Saya kira lebih lebat dibandingkan buah pohon Kepel di halaman dalam Istana Kepresidenan Bogor.

Buah bergerombol. Tidak menggantung di cabang atau ranting, tetapi menempel dari atas ke bawah pada batangnya. Menjadi pemandangan unik dan menarik bagi siapa pun yang melihatnya.

Rasa penasaran membuat mereka berhenti. Menanyakan tentang nama, rasa, khasiat, dan sebagainya. Senang menerangkannya dengan gamblang.

Pertanyaan senada berkali-kali, dengan jawaban serupa berulang-ulang. Hal ini memantik gagasan untuk membuat semacam pemberitahuan.

Nyontek dari sebuah situs di Google, dibuatlah papan bertuliskan keterangan tentang: nama (termasuk nama alias dan dalam bahasa Latin), bentuk dan rasa daging buah, kegunaan tumbuhan, khasiat daun dan buah, dan hal-hal penting lainnya.

Papan menyediakan keterangan cukup kepada mereka yang penasaran. Berhasil meredam pertanyaan? Tidak juga.

Amat sedikit orang membaca papan informasi. Lebih banyak yang bertanya. Atau mengambil kesimpulan keliru hanya dengan melihat selintas.

Pertanyaan dan pernyataan umum yang disampaikan:

  • Buah apa?
  • Bagaimana rasanya?
  • Apa khasiatnya?
  • Buah sawo, ya!
  • Kelengkeng/lengkeng, ya!
  • Buah namnam, ya!
  • Dst, dst, dst...

Lelah jiwa setelah bekali-kali menerangkan jawaban itu-itu saja.

Bagusnya sejak beberapa waktu lalu ada Emak penjual nasi uduk dan gorengan. Isti marbot itu kemudian menjadi humas.

Dengan sabar menjelaskan segala hal terkait buah Kepel, baik kepada pembeli maupun pelintas yang berhenti sekadar bertanya. Saya sulit sesabar itu.

Emak sudah sering menyantap buah Kepel matang, sehingga ia bisa menerangkan tentang rasa dan tekstur daging serta khasiatnya.

Menurut pengamatan dan dugaan saya, penyulut sebagian besar dari mereka lebih suka bertanya dan tidak membaca papan informasi adalah:

Buah kepel yang tumbuh di batangnya memang bikin orang penasaran. Ia merupakan pohon langka di Bogor.

Dianggap seperti namnam yang buahnya juga menempel di batangnya. Perbedaannya, buah namnam berbentuk lonjong, runcing di ujung dengan permukaan keriput.

Sebagian orang mengira kepel adalah sawo, mengingat bentuk dan warna kulitnya sepintas mirip sawo. Bedanya, sawo bergelantungan di ranting.

Barangkali orang memerlukan kacamata, karena memang ukuran papan informasi tidak terlalu besar. Pernah sih ditulis di spanduk besar, tetapi lenyap dicolong seseorang.

Faktor lain, penanya malas membaca atau kemampuan literasinya payah. Ihwal ini para ahli lebih mahir menerangkannya.

Terakhir, dorongan untuk berkomunikasi dengan siapa saja yang terlihat di lokasi. Dengan itu papan informasi dan tulisan apa pun menjadi tidak penting. Pokoknya ada bahan pembicaraan.

Jadi, ketika ada tukang sedang bekerja di halaman dekat tempat tumbuhnya pohon Kepel, orang-orang menanyakan hal serupa kepadanya.

Tukang sedang bekerja (dokumen pribadi)
Tukang sedang bekerja (dokumen pribadi)

Pertanyaan-pertanyaan kembali berseliweran, "buah apa? Bagaimana rasanya? Namnam, ya? Sawo, ya? Lengkeng, ya? Dst..dst..dst.."

Lama-lama kuping sang tukang berdengung. Sebal dengan pertanyaan dan pernyataan itu-itu saja, sehingga tukang yang sedang sibuk itu menjawab asal-asalan.

"Itu namanya buah lato-lato...!"

Dia pikir buah bulat-bulat berpasangan serupa mainan yang sempat populer beberapa waktu lalu.

Jawaban tersebut memunculkan tanya, lalu ibu-ibu penasaran itu memberondong tukang dengan pertanyaan lebih lanjut. Nah lo, sukurin!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun