Artinya, berkali-kali mengalami turbulensi, berkali-kali pula perhatian saya bertumpu pada penyebab persoalan hidup. Menyoalkan keadaan krisis moneter 1998, menyalahkan teman yang membawa ke Bali, menyesalkan perubahan konsep usaha, hingga akhirnya menggugat: kenapa saya diberi penyakit kronis?
Perangai akrobatik kucing-kucing lucu mengusik kesadaran, bahwa selama ini saya terlalu memikirkan cara jatuh. Memusingkan pemicu timbulnya persoalan hidup.
Saya harus switching. Beralih dari merenungkan "sebab" menjadi fokus kepada tujuan hidup dan keinginan, tanpa terusik dengan apa yang telah terjadi. Membumi. Sebagaimana kucing, saya mesti menapakkan kaki ke bumi.
Sekarang tujuan utama saya adalah menjadi lebih sehat setiap saat. Perkara sembuh seperti semula adalah urusan Sang Pemilik Hidup.
Tujuan dan keinginan lain adalah memperbanyak perbuatan baik, seraya menunggu panggilan terakhir. Harapan sela berikutnya adalah membagi pengalaman kepada para pembaca, selagi masih diberi kekuatan pikir.
Demikian makna yang diperoleh dari mengamati kelakuan para kucing, yang konon memiliki 9 nyawa. Mereka mendarat di tanah dengan kaki lebih dulu, bagaimanapun turbulensi yang dialaminya.
Jadi, jangan terpaku pada apa pun penyebab kesulitan hidup yang telah lampau. Lihat ke depan. Percayalah, satu ketika hal terbaik akan menghampiri hidup Anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H